Masjid An-Nabawi

Masjid An-Nabawi
Rawdah

Thursday, February 26, 2009

Nabi Muhammad SAW Dalam Kitab Veda

Seorang professor bahasa dari ALAHABAD UNIVERSITY INDIA dalam salah satu buku terakhirnya berjudul “KALKY AUTAR” (Petunjuk Yang Maha Agung) yang baru diterbitkan memuat sebuah pernyataan yang sangat mengagetkan kalangan intelektual Hindu.

Sang professor secara terbuka dan dengan alasan-alasan ilmiah, mengajak para penganut Hindu untuk segera memeluk agama Islam dan sekaligus mengimani risalah yang dibawa oleh Rasulullah saw, karena menurutnnya, sebenarnya Muhammad Rasulullah saw adalah sosok yang dinanti-nantikan sebagai sosok pembaharu spiritual.

Prof. WAID BARKASH (penulis buku) yang masih berstatus pendeta besar kaum Brahmana mengatakan bahwa ia telah menyerahkan hasil kajiannya kepada delapan pendeta besar kaum Hindu dan mereka semuanya menyetujui kesimpulan dan ajakan yang telah dinyatakan di dalam buku. semua kriteria yang disebutkan dalam buku suci kaum Hindu (Wedha) tentang ciri-ciri “KALKY AUTAR” sama persis dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.

Dalam ajaran Hindu disebutkan mengenai ciri KALKY AUTAR diantaranya, bahwa dia akan dilahirkan di jazirah, bapaknya bernama VISHNUBHAGAT dan ibunya bernama SUMANEB. Dalam bahasa sansekerta kata VISHNUBHAGAT adalah paduan dua kata yaitu VISHNU artinya ALLAH sedangkan BHAGAT artinya hamba yang dalam bahasa Arab disebut ABDUN. Dengan demikian kata VISHNUBHAGAT artinya “ABDULLAH”. Demikian juga kata SUMANEB yang dalam bahasa sansekerta artinya AMANA atau AMAAN yang terjemahan bahasa Arabnya “AMINAH”. Sementara semua orang tahu bahwa nama bapak Rasulullah Saw adalah ABDULLAH dan nama ibunya AMINAH.

Dalam kitab Wedha juga disebutkan bahwa Tuhan akan mengirim utusan-Nya kedalam sebuah goa untuk mengajarkan KALKY AUTAR (Petunjuk Yang Maha Agung). Cerita yang disebut dalam kitab Wedha ini mengingatkan akan kejadian di Gua Hira saat Rasulullah didatangi malaikat Jibril untuk mengajarkan kepadanya wahyu tentang Islam. Bukti lain yang dikemukakan oleh Prof Barkash bahwa kitab Wedha juga menceritakan bahwa Tuhan akan memberikan Kalky Autar seekor kuda yang larinya sangat cepat yang membawa kalky Autar mengelilingi tujuh lapis langit. Ini merupakan isyarat langsung kejadian Isra’ Mi’raj dimana Rasullah mengendarai Buroq

Sumber : http://media.isnet.org/

Thursday, February 12, 2009

Adab Sang Fakir


Oleh Syeikh Abu Nashr as-Sarraj

Al-Junaid rahimahullah berkata:
“Kefakiran adalah lautan bala’ (bencana). Sementara seluruh bencananya adalah kemuliaan.”

Al-Junaid rahimahullah juga berkata:
“Jika ilmu seorang fakir menguat maka cinta (mahabbah)nya akan melemah. Dan jika ilmunya melemah maka cintanya akan menguat. Sedangkan kebijakan hukum seorang fakir seharusnya ilmunya berada di atas cintanya.”

Saya mendengar ad-Duqqi - rahimahullah - yang saat itu berada di Damaskus, berkata: Saya mendengar Abu Bakar az­Zaqqaq-rahimahullah - di Mesir berkata, “Selama empat puluh tahun saya berteman dengan orang-orang fakir. Saya bergaul dengan mereka, tapi saya tidak pernah melihat satu pemandangan pun yang lebih sejuk dari keadaan mereka yang saling mencintai antara satu dengan yang lain.
Maka barangsiapa tidak memiliki taqwa dan wara` (jaga diri dari syubhat) dalam hal ini jelas la akan makan barang yang mesti haram.”
Dikisahkan dari Abu Abdillah al Jalla’ - rahimahullah -yang berkata, “Barangsiapa dalam kefakirannya tidak dibarengi dengan wara`, tentu la akan makan barang haram murni, sedangkan ia tidak menyadarinya.”

Dikisahkan dari Sahl bin Abdullah - rahimahullah - yang berkata, “Adab seorang fakir yang jujur dalam kefakirannya ada tiga: Tidak meminta di kala la membutuhkan, tidak menolak jika diberi dan tidak menyimpan untuk waktu berikutnya ketika ia mengambil.”
Sebagian kaum Sufi berkata, “Adab seorang fakir yang jujur ada tiga: Tidak meminta, tidak membantah dan jika dibantah akan diam.”
Dikisahkan dari Sahl bin Abdullah - rahimahullah - yang berkata, “Seorang fakir memiliki tiga kewajiban: Menjaga rahasia hatinya, menunaikan apa yang diwajibkan kepadanya dan menjaga kefakirannya.”

A1 Junaid - rahimahullah - berkata, “Segala sesuatu akan sanggup dilakukan oleh seorang fakir kecuali kesabarannya atas waktu hingga habis masanya.”
Ibrahim al-Khawwash - rahmahullah - berkata, `Ada dua belas sifat yang menjadi ciri seorang fakir (yakni para kaum Sufi), balk ketika sedang di rumah maupun ketika sedang bepergian:
  1. Hendaknya la selalu merasa yakin dan tenang (thuma’ninah) dengan apayang Allah janjikan;
  2. Hendaknya tidakberharap pada makhluk;
  3. Menyatakan perang dan melawan terhadap setan;
  4. Selalu mendengar perintah Allah;
  5. Memiliki rasa sayang kepada semua makhluk;
  6. Sanggup memikul dan bersabar atas semua tindakan makhluk yang menyakitkan dirinya;
  7. Tidak meninggalkan nasihat untuk semua umat Islam;
  8. Hendaknya selalu berendah hati dalam masalah kebenaran;
  9. Selalu sibuk dalam ma’rifat Allah;
  10. Untuk selamanya dalam kondisi suci;
  11. Kefakirannya hendaknya menjadi modal utama; dan
  12. Selalu rela (ridha) terhadap apa yang datang dari Allah; sedikit atau banyak, disukai atau tidak. Semuanya adalah satu, yakni dari Allah. Mereka harus ridha kepada-Nya, bersyukur dan percaya kepada-Nya.”
Sebagian kaum Sufi berkata, “Barangsiapa meminta kefakiran karena ingin memperoleh pahala kefakiran, maka la akan mati dalam kondisi fakir.”

Sebagian kaum Sufi yang lain berkata, “Seorang fakir, apabila banyak akal maka perilaku baiknya akan hilang.”

Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahTmahullah - berkata:
Di antara adab para fakir Sufi dalam menyikapi apa yang diberikan Allah kepada mereka dengan tanpa terlebih dahulu meminta dan berharap hendaknya tidak mengucapkan, “Ini milikku, dan ini milik Anda.” Sementara dalam pembicaraan mereka tidak boleh ada kata-kata, “Aku adalah untuk Anda, sementara Anda bukan untukku. Aku berbuat demikian semoga menjadi demikian. Aku tidak melakukan demikian, semoga demikian.”

Dikisahkan dari Ibrahim bin Syaiban - rahmahullah -yang berkata, “Kami tidak pernah bersahabat dengan orang yang mengatakan, `Ini adalah sandalku dan tempat minumku’.”
Abu Abdillah Ahmad al-Qalanisi-dimana la adalah guru al-­Junaid - berkata, `Aku pernah mendatangi sekelompok orang­orang fakir di Basrah. Kemudian mereka menghormati dan meng­agungkanku. Suatu saat aku pernah mengatakan kepada salah seorang di antara mereka, `Dimana sarungku?’ Maka sejak saat itu aku jatuh dan rendah dalam pandangan mereka.”

Abu Ishaq Ibrahim bin al-Muwallad ar-Raqqi berkata, “Saya pernah masuk di Tharasus. Kemudian dikatakan kepadaku, `Di sini ada sekelompok orang dari saudara-saudara Anda yang ber­kumpul di suatu rumah.’ Kemudian saya masuk menemui mereka, dan saya melihat ada tujuh belas orang fakir yang sehati.”
Dikatakan kepada Abu Abdillah Ahmad al-Qalanisi - rahima­hullah, “Atas dasar apa Anda membangun madzhab Anda?” Kemudian la menjawab, `Atas dasar tiga perkara:
  1. Kami tidak pernah menuntut manusia atas hak-hak kami;
  2. Kami menuntut diri kami sendiri untuk menunaikan hak-hak orang lain; dan
  3. Memastikan diri kami berbuat kealpaan terhadap semua yang kami lakukan.”
Sebagian kaum Sufi berkata, “Kami membangun landasan dasar madzhab kami atas tiga perkara:
  1. Selalu mengikuti perintah dan menjauhi larangan;
  2. Memeluk erat kefakiran; dan
  3. Belas-kasih pada semua makhluk.”
Sementara kaum Sufi yang lain berkata, “Jika Anda melihat seorang fakir telah merosot dari tingkatan hakikat menuju ke tingkatan ilmu (syariat), maka Anda perlu tahu, bahwa ia telah menghapus keinginan kuatnya dan melepas tali pengikatnya.” Ibrahim al-Khawwash - rahimahullah - berkata, “Bukan termasuk adab kaum fakir (kaum Sufi) orang yang masih memiliki sebab (sarana) yang akan dirujuknya kembali ketika la membutuh­kannya, atau memiliki dua tangan untuk melakukan suatu peker­jaan tatkala ia menghendaki, atau lisan yang ia jadikan alat meminta tatkala la lapar, atau keinginan kuat yang la akan pergi kepada orang lain ketika dalam kondisi kesulitan. Dimana semua ini bagi mereka merupakan sarana dan simpanan ketika dalam kondisi krisis dan sarana yang bisa memberi.”

Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Jika Anda berjumpa dengan orang fakir maka sambutlah dengan penuh kasih, dan jangan sambut la dengan ilmu. Sebab kelembutan cdan kasih sayang akan penghiburnya, sedangkan ilmu akan membuat gelisah.” (SN)

Tuesday, February 10, 2009

Solat Musafir - Panduan Solat Qasar dan Solat Jamak


SOLAT JAMAK

Jamak ertinya menghimpun dua solat ke dalam satu solat. Solat yang boleh di jamakkan ialah solat Zohor dengan Asar dan Maghrib dan Isyak. Jamak terbahagi kepada 2 bahagian iaitu :
Jamak Takdim
Soalt Zohor dijamakkan dengna Asar dalam waktu Zohor dan Solat Magrib dengan Isyak dalam waktu Magrib.

Syarat Jamak Takdim :
i. Hendaklah dimulakan solat pada waktu yang pertama seperti Zohor kemudiannya diikuti dengan Asar dan Maghrib kemudiannya Isyak
ii. Niat Jamak dalam solat yang pertama pada permulaan takbiratul ihram
iii. Berturut-turut (Muawwalat) antara solat yang pertama dengan solat yang kedua.


Jamak Takhir
Zolat Zohor dijamakkan dengan Asar dan dilakukan dalam Waktu Asar. Manakala solat Magrib dilakukan pada Waktu Isyak.

Syarat Jamak Takhir :
i. Hendaklah diniatkan di dalam hati pada waktu yang pertama yang ia akan menangguhkan solatnya hingga ke waktu yang kedua.
ii. Masih berada dalam musafir hingga selesai kedua-dua solat.






SOLAT QASAR

Qasar ertinya memendekkan solat yang empat rakaat kepada dua rakaat sahaja. Solat yang boleh dipendekkan ialah solat Zohor, Asar dan Isyak sahaja.

Syarat-syarat sah Solat Qasar ialah :
Musafirnya tidak bertujuan maksiat.
Perjalanannya melebihi 2 marhalah iaitu 60 batu / 96.6 km
Diniatkan qasar solat ketika takbiratul ihram
Tidak boleh mengikut imam yang sedang solat sempurna (Tamam)
MEngetahui solat qasar itu menjadi harus baginya
Mengetahui tempat yang hendak dituj, jika tiada tujuan atau matlamat tidak sah qasarnya
Tidak boleh qada qasar soalt yang ditinggalkan semasa di tempat kediamannya tetapi solat yang ditinggalkan semasa dalam musafir boleh di qada'
Masih berada dalam musafir hingga selesai solatnya


Contoh niat bagi solat qasar adalah seperti berikut (Solat Zohor) :

Sahaja aku solat fardhu Zohor dua rakaat qasar kerana Allah taala.







HAL-HAL YANG BERKENAAN DENGAN JAMA' DAN QASAR

Apabila seseorang itu bermusafir lebih dari dua marhalah maka ia harus melakukan solat qasar dan jama' sekali. Ertinya ia boleh menjama'kan di antara dua solat dan mengqasarkan sekali. Walau bagaimanapun, ia boleh melakukan di antara satu yang berikut :

Menjama'kan dua solat fardhu tanpa qasar

Menjama'kan dua solat fardhu dan qasar

Terdapat 2 kaedah yang boleh digunakan melalui cara ini :
Niat Jama' Taqdim dan Qasar :



i.

Solat Zohor dan Asar.



Sengaja aku solat fardhu Zohor dua rakaat qasar serta di jama'kan dengan Asar kerana Allah Taala



Mengerjakannya dengan azan dan diiringi iqamat. Selepas memberi salam, maka iqamat sekali lagi tanpa menangguhkan (kecuali mengambil wuduk) dan berniat pula seperti berikut :


Sengaja aku solat fardhu Asar dua rakaat qasar kerana Allah Taala


ii. Solat Maghrib dan Isya'


Sengaja aku solat fardhu Magrib dua rakaat qasar serta di jama'kan dengan Isya' kerana Allah Taala


Solat maghrib tidak boleh diqasarkan. Cara melaksanakan jamak taqdim maghrib - isya' sama dengna niat jama' taqdim zuhur-asar. setelah memberi salam kemudian bangun dan iqamat dan berniat seperti berikut :



Sengaja aku solat fardhu Isya' dua rakaat qasar kerana Allah Taala




Niat Jama' Takhir dan Qasar:



i. Solat Zohor dan Asar


Sengaja aku solat fardhu Zohor dua rakaat qasar serta di jama'kan dengan Asar kerana Allah Taala

Selepas memberi salam, maka iqamat sekali lagi dan berniat semula seperti berikut :



Sengaja aku solat fardhu Asar dua rakaat qasar kerana Allah Taala


ii. Solat Maghrib dan Isya'


Sahaja aku solat fardhu maghrib tiga rakaat dijama'kan dengan isya' tunai kerana Allah Taala.


Selepas memberi salam, maka iqamat sekali lagi dan berniat semula seperti berikut :



Sengaja aku solat fardhu Isya' dua rakaat qasar kerana Allah Taala



dari e-zakat.com.my

Mereka Memilih Islam

Oleh:born4ghard dari al-islam

Ikuti Kisah-kisah pengislaman Dr. Gary Miller (Pakar Matematik Kanada), Aminah asSilmi (Bekas Kristian dan Aktivis Pembebasan Wanita), Idris Tawfiq(Bekas Paderi), Estanislao Soria (Bekas Paderi), Michael Wolfe (Dari Keluarga Kristian-Yahudi Amerika), Rosalyn Rushbrook (Berijazah Dalam Teologi Kristian London).... Saya percaya masih ramai yang belum membaca atau mengetahuinya.

Dr. Gary Miller (Tokoh Ilmu Teologi Kristian Dari Kanada, Pakar Matematik)

Dr. Gary Miller (Abdul Ahad Omar)berasal daripada Kanada. Beliau merupakan seorang pakar matematik yang mendalami ilmu teologi (ketuhanan) Kristian. Pada tahun 1978 beliau dihadiahkan al-Quran dan selepas membacanya beliau mula menyedari tentang kepincangan Bible dan kebenaran al-Quran. Beliau terus memeluk agama Islam dan merupakan seorang pendakwah Muslim yang komited hinggalah ke hari ini. Antara tulisan beliau yg menarik ialah yang bertajuk "The Amazing Quran" (Quran Yang Mengagumkan). Dalam tulisan ini beliau membuktikan bahawa al-Quran adalah wahyu dan tidak mungkin ditulis oleh manusia dengan menggunakan pendekatan saintifik.

Antara tulisannya ialah, "Seperkara yang mengejutkan golongan yang bukan Islam selepas mereka mengkaji al-Quran ialah, ia tidak seperti apa yang mereka jangkakan. Bagi mereka, al-Quran ialah sebuah kitab tua yang datang dari padang pasir Arab dan berumur lebih kurang 14 abad. Justeru mereka menjangkakan, isi-isinya pasti juga tua lagi kuno seperti umurnya. Sebahagian daripada mereka pula menjangkakan, oleh kerana ia datang dari padang pasir, ia pasti banyak bercerita tentang padang pasir. Tiba-tiba mereka menyedari bahawa ia tidak seperti itu....

Al-Quran boleh dikaji secara saintifik kerana ia mengutarakan sesuatu yang tidak diutarakan oleh kitab-kitab agama lain secara amnya. Malah al-Quran mampu menyahut cabaran ahli-ahli sains. Konsep sains pada hari ini ialah satu konsep yang memerlukan bukti. Jika seseorang mengutarakan sesuatu teori, pakar-pakar sains tidak akan mempedulikannya melainkan jika ia disertakan dengan bukti dan sanggup melalui beberapa ujian yang saintifik. Al-Quran sebenarnya sanggup diperlakukan seperti itu untuk membuktikan bahawa ia adalah benar. Seribu empat ratus tahun sudah berlalu dan tidak ada sesiapa pun yang mampu membuktikan kepalsuan al-Quran, justeru al-Quran adalah sebuah kitab yang hak lagi benar".

(Rujukan: http://www.islamicity.com/science/theamazingquran.shtml

Aminah asSilmi (Bekas Kristian Protestan Amerika, Aktivis Pembebasan Wanita Radikal)


Aminah as-Silmi ialah seorang bekas Kristian Protestan dari kumpulan Gereja Southern Baptist. Beliau juga merupakan seorang aktivis dari kumpulan pembebasan wanita yang radikal dan pernah bertugas sebagai seorang wartawan penyiaran. Beliau merupakan seorang pelajar yang pintar dan mendapat pelbagai anugerah kecemerlangan ketika berada di sekolah. Ketika di kolej beliau terpaksa belajar dengan wanita-wanita Arab yang rata-ratanya memakai tudung. Beliau menganggap mereka sebagai "golongan yang menjijikkan.Akhirnya beliau mengambil keputusan untuk berdakwah kpd mereka agar mereka menganut agama Kristian.

Untuk tujuan itu beliau telah mengkaji Islam dengan mengkaji al-Quran, Sahih Muslim dan 15 buku yang lain. Kajian terhadap Islam ini berterusan selama 2 tahun dan akhirnya persepsinya terhadap Islam telah berubah. Ketika itu barulah beliau menyedari betapa Islam merupakan agama yang amat memuliakan wanita. Pada tanggal 21 Mei 1977, beliau mengucap dua kalimah syahadah. Selepas memeluk Islam beliau berpakaian menutup aurat dan tindakan itu menyebabkan beliau kehilangan kerjayanya sebagai seorang wartawan penyiaran di Denver. Malah mahkamah memutuskan beliau dipisahkan daripada anak-anaknya disebabkan keislamannya. Akhirnya, dengan izin Allah, anak-anaknya, ibu bapanya dan bekas suaminya memeluk Islam...
(Rujukan: http://www.texnews.com/religion97/muslim110197.html


Idris Tawfiq (Bekas Paderi Roman Katolik UK)

Idris Tawfiq ialah seorang bekas paderi Katolik (Roman Catholic). Beliau memperoleh ijazah dalam bahasa Inggeris dan Sastera daripada Universiti Manchester, dan dalam bidang Teologi (Sacred Theology) atau Ilmu Ketuhanan daripada Pontifical University of Saint Thomas Aquinas di Rom. Sebelum memeluk Islam beliau berpandangan Islam ialah satu agama kolot yang merendahkan martabat wanita, mementingkan keganasan dan mengajak umatnya agar mengebom diri untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika beliau bercuti di Mesir selama seminggu beliau mula menyedari bahawa umat Islam secara umumnya tidak seperti yang dipaparkan dalam media massa di Barat.

Apakah perbezaan yang besar antara agama Kristian Katolik dan Islam? Beliau menjawab, "Asas bagi agama Islam ialah Allah. Kesemua perkara adalah berpaksikan Allah... Ia tidak menjadikan, sebagai contoh, Nabi Isa sebagai paksi. Seperkara yang lain ialah, Islam merupakan satu agama yang komprehensif. Ia bukan satu agama yang menekankan ibadah pada hari-hari tertentu (contohnya hari Ahad) sahaja. Sebaliknya, Islam mengajar umatnya tentang cara untuk menyapa orang lain, adab-adab makan minum, adab-adab memasuki bilik, malah tentang setiap perkara." (Rujukan: http://www.idristawfiq.com/

Estanislao Soria (Bekas Paderi Roman Katolik Filipina)


Estanislao Soria ialah seorang paderi Kristian dari mazhab Katolik (Roman Catholic) yang berasal dari Filipina. Beliau mendapat pendidikan dan memperoleh ijazah dari Xavier University dan Loyola School of Theology, Ateneo de Manila University. Ketika pemimpin Islam Moro, Nur Misuari, bercadang untuk menjadikan Mindanao sebuah negara Islam terpisah daripada Filipina, Estanislao Soria menentang cadangan itu. Beliau (yang lebih d**enali di Filipina sebagai 'Father Stan') berazam membuktikan penentangan beliau itu secara ilmiah. Justeru beliau telah membuat kajian yang mendalam dalam bidang sosiologi dan sejarah Filipina untuk membuktikan bahawa cadangan Nur Misuari adalah tidak berasas sama sekali. Di samping itu beliau berasa perlu untuk berdakwah kepada orang-orang Islam bertujuan untuk membawa mereka kepada Kristian. Untuk mencapai tujuan ini buku-buku tentang Islam telah beliau baca dan kaji.

Akhirnya sesuatu yang mengejutkan telah berlaku, iaitu, selepas beliau mengkaji Islam beliau menyedari bahawa Islamlah agama yang sebenarnya dan seterusnya memeluk agama Islam pada tahun 2001. Beliau mendapati banyak pandangan yang diutarakan oleh tokoh-tokoh Kristian seperti Thomas Aquinas adalah berasaskan ajaran Islam. Beliau berkata, "Kajian saya menyedarkan saya bahawa tamadun Barat sebenarnya berkembang kesan daripada ajaran Islam... Saya juga menyedari bahawa Gospel mengikut Barnabas adalah lebih sahih (credible) jika dibandingkan dengan keempat-empat Gospel yang terdapat dalam Bible sekarang (iaitu Gospel mengikut Mark, Matthew, Luke dan John).(Gospel mengikut Barnabas menceritakan dengan jelas tentang pengutusan nabi Muhammad selepas nabi Isa).
(Rujukan: http://www.islamonline.net/english/Journey/2005/11/jour01.shtml


Michael Wolfe (Dari Keluarga Kristian-Yahudi Amerika, Wartawan)


Michael Wolfe berasal daripada Amerika. Ibunya ialah seorang Kristian dan bapanya seorang Yahudi. Justeru berlatarbelakangkan itu beliau berkesempatan mengenali agama Yahudi dan Kristian namun kedua-dua agama itu tidak menarik perhatiannya. Agama Yahudi, baginya, amat menekankan tentang kaum yang terpilih (iaitu golongan Yahudi), dan pandangan ini tidak dapat beliau terima. Agama Kristian pula diselimuti pelbagai misteri.

Beliau menegaskan, "Agama kebenaran yang saya cari mestilah satu agama yang tidak mengabaikan aspek metafizik dan sains. Ia bukannya satu agama yang sempit yang susah untuk difahami. Agama itu tidak memerlukan manusia perantara seperti paderi. Ia tidak menentang perkara tabii seperti seks. Dalam agama itu perlu ada ritual atau amalan harian agar dengan itu kesedaran diri dapat dipertajam dan minda dapat disiplinkan. Yang paling penting, saya perlukan kejelasan dan kebebasan dalam beragama kerana saya tidak mahu membuang akal fikiran untuk digantikan dengan dogma atau kepercayaan secara membuta tuli... Dan semakin saya mengkaji Islam semakin saya menyedari bahawa inilah agama yang saya cari..... Antara buku yang beliau karang ialah 'The Hajj: An American's Pilgrimage to Mecca' dan 'One Thousand Roads to Mecca: Ten Centuries of Travelers Writing About the Muslim Pilgrimage'. Beliau mendapat Anugerah Wilbur 2003 kerana buku agama terbaik yang dihasilkan.

Rosalyn Rushbrook (Berijazah Dalam Teologi Kristian, Penulis Dari London)

Ruqaiyyah Waris Maqsood dilahirkan pada tahun 1942 di kota London, UK. Nama asalnya ialah Rosalyn Rushbrook. Beliau dibesarkan sebagai seorang Kristian dan memperoleh ijazah dalam bidang Teologi Kristian daripada Universiti Hull pada tahun 1963. Pengetahuan beliau yang mendalam dalam ilmu Kristian merangsang beliau untuk menulis beberapa buah buku tentang agama itu.Antara buku yang ditulis beliau ialah 'In the Steps of Jesus', 'Jesus of Nazareth', 'Does God Have a Body?' dan 'The Trouble with God'.

Namun pengetahuannya yang mendalam tentang Kristian juga menyedarkan beliau tentang kesesatan agama Kristian terutamanya yang berkaitan dengan konsep triniti. Akhirnya beliau memeluk Islam pada tahun 1986. Pada hari ini beliau berjaya menghasilkan pelbagai buku tentang Islam dan pada tahun 2001 beliau dianugerahkan Anugerah Iqbal kerana sumbangannya.
Rujukan: http://www.welcome-back.org/profile/maqsood.shtml

Mereka telah memilih Islam setelah mengkaji al-Quran. Bagaimana dengan kita semua yang sudah Islam? Adakah kita mengkaji dan membuat rujukan dengannya? Renung-renungkan....

sumber : http://www.tranungkite.net/v7/modules.php?name=News&file=artic

Thursday, February 5, 2009

UWAIS AL QARNI .. TAK TERKENAL DI BUMI TERKENAL DI LANGIT

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit. Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi syafa’at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa’at sejumlah qobilah Robi’ah dan qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya.

Seorang fuqoha’ negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai pakaian, tapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan lagi olehnya seraya berkata : “Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri”. Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak mempengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur. Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam. Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum.

Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi, tak ada yang merawatnya Di ceritakan ketika terjadi perang Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya.

Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah beliau dari dekat ? Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya. Beliau memaklumi perasaan Uwais, dan berkata : “Pergilah wahai anakku ! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang selama ini dirindukannya.

Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah sayyidatina ‘Aisyah r.a., sambil menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang. Tapi, kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,” Engkau harus lekas pulang”. Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada sayyidatina ‘Aisyah r.a. untuk segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.

Sepulangnya dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rosulullah SAW, sayyidatina ‘Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun. Menurut informasi sayyidatina ‘Aisyah r.a., memang benar ada yang mencari Nabi SAW dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.

Rosulullah SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada sayyidina Ali k.w. dan sayyidina Umar r.a. dan bersabda : “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.

Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga kekhalifahan sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. telah di estafetkan Khalifah Umar r.a. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kepada sayyidina Ali k.w. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua.

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar r.a. dan sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan sholat. Setelah mengakhiri shalatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi SAW. Memang benar ! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara ? “Abdullah”, jawab Uwais. Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan : “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?” Uwais kemudian berkata: “Nama saya Uwais al-Qorni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais berkenan mendo’akan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah: “Sayalah yang harus meminta do’a kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata: “Kami datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan berkata : “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.

Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais , waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air. Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah,” Tolonglah kami !” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi,” Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!”Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: “Apa yang terjadi ?” “Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak ?”tanya kami. “Dekatkanlah diri kalian pada Allah ! ”katanya. “Kami telah melakukannya.” “Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!” Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut. Lalu orang itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? ”Tanya kami. “Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat. Kemudian kami berkata lagi kepadanya, ”Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir.” “Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.“Ya,”jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo’a. Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.

Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan sayyidina Umar r.a.)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya : “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni ? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta ? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa “Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi menjadi terkenal di langit.

Wednesday, February 4, 2009

Kunjungan Syekh Muhammad Nazim Adil al-Qubrusi an-Naqsybandi al-Haqqani di Pondok Pesantren Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyyah

Kunjungan Syekh Muhammad Nazim Adil al-Qubrusi an-Naqsybandi al-Haqqani di Pondok Pesantren Thoriqoh Qodiriyah Naqsyabandiyyah - Suryalaya (05 Mei 2001)


Biografi singkat

Nama lengkapnya adalah Muhammad Nazim Adil ibn al-Sayyid Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani al-Qubrusi al-Salihi al-Hanafi q.s., semoga Alloh SWT mensucikan ruhnya dan merahmati kakek moyangnya.
Beliau dilahirkan pada tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaka, Siprus (Qubrus) dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tatar. Ayah beliau adalah keturunan dari Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani q.s. dan Ibu beliau adalah keturunan dari Mawlana Jalaluddin ar-Ruumi q.s. Ini menjadikan beliau sebagai keturunan dari Nabi suci Muhammad saw., dari sisi ayahnya, dan keturunan dari Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, y, dari sisi ibundanya. http://naqsybandi.web.id/tentang/syekh-nazim

Kunjungan ke Pesantren Suryalaya

Mawlana Shaykh Nazim gave a talk in which he told us “don’t think Tajul Arifin is asleep, he is sending to my heart what to say to you!” He mentioned Abah Anom as one of those who “carry al-nur al-Muhammadi.” http://www.islamicsupremecouncil.org/country_reports/World_Tour_2001/Indonesia/May5/default.htm

Berikut alih bahasa Pidato Syekh Muhammad Nazim Adil al-Haqqoni di Pondok Pesantren Suryalaya (diterjemahkan oleh KH. Wahfiudin, M.BA)

  1. Hamdalah, sholawat, do’a untuk seluruh yang hadir, maupun muslimin/muslimat seluruhnya.
  2. Kalau saya berbicara dalam bahasa Inggris tentu hanya sedikit orang yang faham, maka saya membutuhkan perterjemah. Sebenarnya saya ingin berbicara panjang lebar, tetapi orang-orang yang hadir sudah letih menunggu dan punya kepentingan-kepentingan yang lain. Makan saya akan berbicara kurang lebih setangah jam saja.
  3. Kita saat ini hidup di zaman sulit dan serba kekurangan. Kekurangan orang-orang yang kuat, kekurangan orang-orang yang memiliki iman, kekurangan orang yang memiliki cahaya (nur) ilahi. Padahal tanpa nur Ilahi, segala kepandaian yang dimiliki manusia menjadi tidak ada apa-apanya.
  4. Banyak ‘ulama dan cendikiawan di berbagai madrasah dan mejelis ilmu mengajarkan macam-macam ilmu pengetahuan. Tapi ilmu pengetahuan itu hanya ibarat lilin-lilin kecil saja dan menjadi tak berguna tanpa adanya api yang membawa cahaya. Meskipun orang membuat lilin-lilin sebesar pohon-pohon kelapa, apa artinya lilin-lilin itu kalau tidak dapat menerangi. Maka selain mencari lilinya, cari pula apinya yang menimbulkan cahaya.
  5. Allah adalah cahaya langit dan bumi. Cahaya Allah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. lalu meneruskannya kepada para Sahabatnya dan para sahabatnya meneruskannya lagi kepada generasi-generasi sholih berikutnya. Dari mereka cahaya itu terus tersalurkan kepada orang-orang yang “siap” dan “mau” menerimanya. Itulah para mursyid thoriqoh. Ada 41 thariqoh di dunia, 40 diantaranya memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Ali bin Abi Tholib KW. Hanya satu yang memperoleh Nur Ilahi melalui Sayyidina Abu Bakar as-Shadiq, itulah thariqah NAqsyabandiyyah.
  6. Sekarang, tidak banyak lagi orang-orang yang membawa obor Nur Ilahi itu. Di Indonesia yang penduduknya banyak inipun, orang pembawa obor Nur Ilahi tidak lebih dari sepuluh jari tangan jumlahnya. salah satunya adalah Beliau yang ada disebelah saya, Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
  7. Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin ini sudah berusia lanjut, dan sudah agak lemah keadaan fisiknya. Saya tidak tahu apakah Nur Illahi yang dibawanya akan putus sampai pada beliau saja, atau masih akan berlanjut pada orang lain. Tapi saya yakin dan berharap, sesudah beliau nanti masih akan ada orang lain yang menjadi pembawa Nur Illahi itu. Siapakah orangnya, saya tidak tahu.
  8. Maka Anda sekalian para hadirin, ambillah Nur Illahi itu dari beliau saat ini. Mumpung beliau masih ada, mumpung beliau masih hadir di tengah kita, sulutkan Nur Illahi dari kalbu beliau kepada kalbu anda masing-masing.
  9. Orang yang hidup di dunia tanpa Nur Illahi adalah orang yang buta. Dan (Syekh Nazim mengutip al-Qur’an), “Barang siapa yang didunia ini buta, maka di akhiratnya pun akan buta”. Sekali lagi, dapatkanlah Nur Ilahi dari orang-orang seperti Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin.
  10. Beliau (Syekh Ahmad Shohibulwafa Tajul ‘Arifin) nampaknya saja tertunduk dan tidur. Sebetulnya beliau tidak tidur. Dari kalbu beliau terpancar pesan-pesan kepada kalbu saya. Saya berbicara dan menyampaikan semua pesan ini bukan dari isi kalbu saya sendiri. Saya mengambilnya dari kalbu beliau. Di hadapan beliau saya terlalu malu untuk tidak mengambil apa yang ada pada kalbu beliau. Saya malu untuk berbicara hanya dengan apa yang ada pada kalbu saya sendiri.
  11. Demikianlah apa yang saya perlu saya sampaikan kepada anda semua. (Lalu Syekh Nazim menutup pembicaraannya dengan tahlil, sholawat dan do’a). Saya tuliskan point-point ceramah Syekh Nazim ini berdasarkan sisa ingatan saya ketika mendengar dan menterjemahkan pidato beliau empat hari setelah kejadian, sepulang saya dari Medan. Tentu saja ada banyak kekeliruan ataupun kekurangannya. Saya mohon maaf, dan kepada Allah Swt., saya bersimpuh memohon ampun. Jakarta, 09 Mei 2001**
sumber : http://jajanggunawan.wordpress.com/2008/06/05/pangersa-abah-menurut-syekh-nazim/#comment-731

Tuesday, February 3, 2009

….Ya ….. Cinta ! (Abu Bakar ra)

Ketika Al-Musthafa berada dihadapan , kupandangi pesonanya dari ujung kaki hingga kepala, Tahukah kalian apa yang terjelma ?

….Ya ….. Cinta ! (Abu Bakar ra)

Nabi demam kembali, kini panasnya semakin tinggi. Lemah ia berbaring, menghadapkan wajah pada Fatimah anak kesayangan. Sudah beberapa hari terakhir, kesehatannya tidak lagi menawan. Senin itu, kediaman manusia paripurna didatangi seorang berkebangsaan Arab dengan wajah rupawan. Di depan pintu, ia mengucapkan salam “Assalamu’alaikum duhai para keluarga Nabi dan sumber kerasulan, bolehkah saya menjumpai kekasih Allah?”. Fatimah yang sedang mengurusi ayahnya, tegak dan berdiri di belakang pintu “Wahai Abdullah, Rasulullah sedang sibuk dengan dirinya sendiri”. Fatimah berharap tamu itu mengerti dan pergi, namun suara asing semula kembali mengucapkan salam yang pertama.

“Alaikumussalam, hai hamba Allah” kali ini Nabi yang menjawabnya.

“Anakku sayang, tahukah engkau siapakah yang kini sedang berada di luar?”

“Tidak tahu ayah, bulu kudukku meremang mendengar suaranya”

“Sayang, dengarkan baik-baik, di luar itu adalah dia, pemusnah kesenangan dunia, pemutus nafas di raga dan penambah ramai para ahli kubur”. Jawaban nabi terakhir membuat Fatimah jatuh terduduk. Fatimah menangis seperti anak kecil.

“Ayah, kapan lagi aku akan mendengar dirimu bertutur, harus bagaimana aku menuntaskan kerinduan kasih sayang engkau, tak akan lagi ku memandang wajah kesayangan ayahanda” pedih Fatimah. Nabi tersenyum, lirih ia memanggil ” Sayang, mendekatlah, kemarikan pendengaranmu sebentar”. Fatimah menurut, dan Kekasih Allah itu berbisik mesra di telinga anaknya,

“Engkau adalah keluargaku yang pertama kali menyusul sebentar kemudian”. Seketika wajah Fatimah tidak lagi pasi tapi bersinar. Lalu kemudian, Fatimah mempersilahkan tamu itu masuk. Malaikat pencabut maut berparas rupawan itu pun kini berada di samping Muhammad.

“Assalamu’alaikum ya utusan Allah” dengan takzim malaikat memberi salam.

“Salam sejahtera juga untukmu pelaksana perintah Allah, apakah tugasmu saat ini, berziarah ataukah mencabut nyawa si lemah?” tanya nabi. Angin berhembus dingin.

“Aku datang untuk keduanya, berziarah dan mencabut nyawamu, itupun setelah engkau perkenankan, jika tidak Allah memerintahkanku untuk kembali”

“Di manakah engkau tinggalkan Jibril? Duhai Izrail?”

“Ia kutinggal di atas langit dunia”.

Tak lama kemudian, Jibril pun datang dan memberikan salam kepada seseorang yang juga dicintanya karena Allah.

“Ya Jibril, gembirakanlah aku saat ini” pinta Al-Musthafa.

Terdengar Jibril bersuara pelan di dekat telinga manusia pilihan, “Sesungguhnya pintu langit telah di buka, dan para Malaikat tengah berbaris menunggu sebuah kedatangan, bahkan pintu-pintu surga juga telah dilapangkan hingga terlihat para bidadari yang telah berhias menyongsong kehadiran yang paling ditunggu-tunggu”.

“Alhamdulillah, betapa Allah maha penyayang” sendu Nabi, wajahnya masih saja pucat pasi.

“Dan Jibril, masukkan kesenangan dalam hati ini, bagaimana keadaan ummatku nanti”.

“Aku beri engkau sebuah kabar akbar,

Allah telah berfirman, “Sesungguhnya Aku, telah mengharamkan surga bagi semua Nabi, sebelum engkau memasukinya pertama kali, dan Allah mengharamkan pula sekalian umat manusia sebelum pengikutmu yang terlebih dahulu memasukinya” Jawaban Jibril itu begitu berpengaruh. Maha suci Allah, wajah Nabi dilingkupi denyar cahaya. Nabi tersenyum gembira.

Betapa ia seperti tidak sakit lagi. Dan ia pun menyuruh malaikat izrail mendekat dan menjalankan amanah Allah.

Izrail, melakukan tugasnya. Perlahan anggota tubuh pembawa cahaya kepada dunia satu persatu tidak bergerak lagi. Nafas manusia pembawa berita gembira itu semakin terhembus jarang. Pandangan manusia pemberi peringatan itu kian meredup sunyi. Hingga ketika ruhnya telah berada di pusat dan dalam genggaman Izrail, nabi sempat bertutur, “Alangkah beratnya penderitaan maut”. Jibril berpaling tak sanggup memandangi sosok yang selalu ia dampingi di segala situasi.

“Apakah engkau membenciku Jibril”

“Siapakah yang sampai hati melihatmu dalam keadaan sekarat ini, duhai cinta,” jawabnya sendu.

Sebelum segala tentang manusia terindah ini menjadi kenangan, dari bibir manis itu terdengar panggilan perlahan

“Ummatku… Ummatku….”. Dan ia pun dengan sempurna kembali.

Nabi Muhammad Saw, pergi dengan tersenyum, pada hari senin 12 Rabi’ul Awal, ketika matahari telah tergelincir, dalam usia 63 tahun.

Muhammad, Nabi yang Ummi, Kekasih para sahabat di masanya dan di sepanjang usia semesta, meninggalkan gemilang cahaya kepada dunia. Muhammad, pemberi peringatan kepada semua manusia, menorehkan dalam-dalam tinta keikhlasan di lembaran sejarah. Muhammad, yang bersumpah dengan banyak panorama indah alam:

“demi siang bila datang dengan benderang cahaya, demi malam ketika telah mengembang, demi matahari sepenggalah naik”, telah membumbungkan Islam kepada cakrawala megah di angkasa sana.

Ia, Muhammad, menembus setiap gendang telinga sahabatnya dengan banyak kuntum-kuntum sabda pengarah dalam menjalani kehidupan.

Ia, Muhammad, yang di sanjung semua malaikat di setiap tingkatan langit, berbicara tentang surga, sebagai tebusan utama, bagi setiap amalan yang dikerjakan.

Ia, Muhammad yang selalu menyayangi fakir miskin dan anak yatim, menggelorakan perintah untuk senantiasa memperhatikan manusia lain yang berkekurangan. Dan Ia, Muhammad, tak akan pernah kembali lagi.

Sungguh, Madinah berubah kelabu. Banyak manusia terlunta di sana.

Dan Aisyah ra, yang pangkuannya menjadi tempat singgah kepala Rasulullah di saat terakhir kehidupannya, menyenandungkan syair kenangan untuk sang penerang, suaranya bening. Syahdunya membumbung ke jauh angkasa.

Beginilah Aisyah menyanjung sang Nabi yang telah pergi :

Wahai manusia yang tidak sekalipun mengenakan sutera,
Yang tidak pernah sejeda pun membaringkan raga pada empuknya tilam
Wahai kekasih yang kini telah meninggalkan dunia,
Kutau perutmu tak pernah kenyang dengan pulut lembut roti gandum
Duhai, yang lebih memilih tikar sebagai alas pembaringan
Duhai, yang tidak pernah terlelap sepanjang malam karena takut sentuhan neraka Sa’ir

Dan Umar r.a yang paling dekat dengan musuh disetiap medan jihad itu, kini menghunus pedang.

Pedang itu menurutnya diperuntukkan untuk setiap mulut yang berani menyebut kekasih kesayangannya telah kembali kepada Allah. Umar tatap wajah-wajah para sahabat itu setajam mata pedangnya, meyakinkan mereka bahwa Umar sungguh-sungguh.

Umar terguncang. Umar bersumpah. Umar berteriak lantang. Umar menjadi sedemikian garang. Ia berdiri di hadapan para sahabat yang terlunta-lunta menunggu kabar manusia yang dicinta.

Dan Abu Bakar, sahabat yang paling lembut hatinya, melangkah pelan menuju jasad manusia mulia. Langkahnya berjinjit, khawatir akan mengganggu seseorang yang tidur berkekalan, pandangannya lurus pada sesosok cinta yang dikasihinya sejak pertama berjumpa. Raga berparas rembulan itu kini bertutup kain selubung. Abu Bakar hampir pingsan.

Nafasnya berhenti berhembus, tertahan. Sekuat tenaga, ia bersimpuh di depan jasad wangi al-Musthafa. Ingin sekali membuka penutup wajah yang disayangi arakan awan, disanjung hembusan angin dan dielu-elukan kerlip gemintang, namun tangannya selalu saja gemetar. Lama Abu bakar termenung di depan jenazah pembawa berkah.

Akhirnya, demi keyakinannya kepada Allah, demi matahari yang masih akan terbit, demi mendengar rintihan pedih ummat di luar, Abu bakar mengais sisa-sisa keberanian. Jemarinya perlahan mendekati penutup tubuh suci Rasulullah, dan dijumpailah, wajah yang tak pernah menjemukan itu. Abu bakar memesrai Nabi dengan mengecup kening indahnya. Hampir tak terdengar ia berucap, “Demi ayah dan bunda, indah nian hidupmu, dan indah pula kematianmu. Kekasih, engkau memang telah pergi”.

Abu bakar menunduk. Abu Bakar mematung. Abu Bakar berdoa di depan tubuh nabi yang telah sunyi.

Dan Bilal bin Rabah, yang suaranya selalu memenuhi udara Madinah dengan lantunan adzan itu, tak lagi mampu berseru di ketinggian menara mesjid. Suaranya selalu hilang pada saat akan menyebut nama kekasih ‘Muhammad’.

Di dekat angkasa, seruannya berubah pekik tangisan. Tak jauh dari langit, suaranya menjelma isak pedih yang tak henti. Setiap berdiri kukuh untuk mengumandangkan adzan, bayangan Purnama Madinah selalu saja jelas tergambar.

Tiap ingin menyeru manusia untuk menjumpai Allah, lidahnya hanya mampu berucap lembut, “Aku mencintaimu duhai Muhammad, aku merindukanmu kekasih”. Bilal, budak hitam yang kerap di sanjung Nabi karena suara merdunya, kini hanya mampu mengenang Sang kekasih sambil menatap bola raksasa pergi di kaki langit.

Dan, terlalu banyak cinta yang menderas di setiap jengkal lembah madinah. Yang tak pernah bisa diungkapkan.

Semesta menangis.

***

Sahabat, Sang penerang telah pergi menemui yang Maha tinggi.

Purnama Madinah telah kembali, menjumpai kekasih yang merindui.

Dan semesta, kehilangan pelita terindahnya.

Saya mengenangmu ya Rasulullah, meski hanya dengan setitik tinta pena.

Saya mengingatimu duhai pembawa cahaya dunia, meski hanya dengan selaksa kata.

Dan saya meminjam untaian indah peredam gemuruh dada, yang dilafadzkan Hasan Bin Tsabit, salah seorang sahabat penyair dari masa mu:

Engkau adalah ke dua biji mata ini
Dengan kepergianmu yang anggun,

Aku seketika menjelma menjadi seorang buta
Yang tak perkasa lagi melihat cahaya

Siapapun yang ingin mati mengikutimu
Biarlah ia pergi menemui ajalnya,

Dan Aku,
Hanya risau dan haru dengan kepergian terindahmu

Sahabat, kenanglah Nabi Muhammad Saw, meski dalam kelenggangan yang sempurna, agar hal ini menjadi obat ajaib, penawar dan penyembuh kegersangan hati yang kerap berkunjung.

Agar, di akhirat kelak, dengan agung Nabi memanggil semua manusia yang senantiasa merindukan dan mencintainya.

Adakah yang paling mempesona dihadapanmu, ketika suara suci Nabi menyapamu anggun, menjumpaimu dengan paras yang tak pernah kau mampu bayangkan sebelumnya. Adakah yang paling membahagiakan di kedalaman hatimu, ketika sesosok yang paling kau cinta sepenuh jiwa dan raga, berada nyata di dekatmu dan menemuimu dengan senyuman yang paling manis menembusi relung kalbu. Dan adakah di dunia ini yang paling menerbangkan perasaanmu ke angkasa, ketika jemari terkasih menggapaimu untuk memberikan naungan perlindungan dari siksa pedih azab neraka.

Adakah sahabat ???

Jika saat ini ada yang bening di kedua sudut kelopak matamu, berbahagialah, karena mudah-mudahan ini sebuah pertanda. Pertanda cinta tak bermuara.

Dan, ketika kau tak dapati air mata saat ini, kau sungguh mampu menyimpan cinta itu di dasar hatimu.

Salam saya, untuk semua sahabat. Mari bersama bergenggaman, saling mengingatkan, saling memberikan keindahan ukhuwah yang telah Rasulullah tercinta ajarkan.

Mari Sahabat !

Allohuma Solliala Muhammad …wa ala ali Muhammad ……

Untuk kemuliaan manusia termulia dan tercinta sayyidina Rasulullah Muhammad SAW
Bihurmati Habib Al fatihah

Wass

disalin dari :
http://jalansufi.multiply.com/

Komentar Imam Mazhab tentang Thariqat Sufiyah

1. Imam Abu Hanifah RA:

Imam Abu seorang imam mazhab dari empat mazhab terkenal, ternyata juga seorang Mursyid Thariqah Sufi.

Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa Abu Ali ad-Daqqaq ra, berkata, “Aku mengambil Thariqah sufi ini dari Abul Qasim an-Nashr Abadzy, dan Abul Qasim mengambil dari Asy-Syibly, dan Asy-Syibly mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau mengambil dari Ma’ruf al-Karkhy, dan beliau mengambil dari Dawud ath-Tha’y, dan Dawud mengambil dari Abu Hanifah Ra.

Abu Hanifah dikenal sebagai Fuquha ulung, ternyata tetap memadukan antara syariah dan haqiqah. Dan Abu Hanifah terkenal zuhud, wara’ dan ahlu dzikir yang begitu dalam, ahli kasyf, dan sangat dekat dengan Allah Ta’ala, berkah Tasawuf yang diamalkannya.

Jika ada pertanyaan, kenapa para Mujtahidin itu tidak menulis kitab khusus mengenai Tasawuf, jika mereka mengikuti aliran Sufi?

Imam Asy-Sya’rany, Mujathid dan Ulama besar mengatakan, “Para Mujtahidun itu tidak menulis kitab khusus mengenai tasawuf, karena penyakit-penyakit jiwa kaum muslimin di zamannya masih sedikit. Mereka lebih banyak selamat dari riya’ dan kemunafikan. Mereka yang tidak selamat jumlahnya kecil. Hampir-hampir cacat mereka tidak tampak di masa itu. Sehingga mayoritas Mujtahidin di masa itu lebih konsentrasi pada bidang ilmu dan mensistematisir pemahaman pengetahuan yang tersebar di kota dan desa, dengan para Tabi’in dan Tabiit Tabi’in, yang merupakan sumber materi pengetahuan, sehingga dari mereka dikenal timbangan seluruh hukum, dibanding berdebat soal amaliyah qalbiyah sebagian orang yang tidak banyak muncul”.

2. Imam Malik Ra.

Beliau mengatakan soal tasawuf ini dengan kata-kata yang sangat popular hingga saat ini:

“Siapa yang bersyariat atau berfiqih tanpa bertasawuf, benar-benar menjadi fasiq. Dan siapa yang bertasawuf tanpa bersyariat (berfiqih) benar-benar zindiq. Siapa yang mengintegrasikan Fiqih dan Tasawuf benar-benar menapaki hakikat kebenaran.”

3. Imam Syafi’i Ra.

Beliau berkata: “Aku diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: “Meninggalkan hal-hal yang memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan mengikuti thariqat ahli tasawuf.”

4. Imam Ahmad bin Hambal Ra.

Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)”

Beliau mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”

5. Imam Al-Muhasiby RA.

Abu Abdullah al-Harits Al-Muhasiby, wafat tahun 243 H, diantara karyanya adalah al-Luma’ dan Kitabul Washaya, yang sangat popular diantara kaum Sufi. Beliau pernah mengatakan berhubungan dengan perjuangan dirinya dalam mencapai wushul kepada Allah, melalui jalan Tasawuf dan tokoh-tokoh Sufi, “Amma Ba’du, sudah ada penjelasan, bahwa ummat ini terpecah menjadi tujupuluh lebih golongan Diantara golongan itu ada satu golongan yang selamat, Wallahu A’lam sisanya. Dan sepanjang usia saya, sering diperlihatkan perbedaan antara ummat. Saya mengikuti metode yang jelas dan jalan utama. Aku mencari ilmu dan amal. Saya menapak jalan akhirat melalui petunjuk para Ulama, dan saya memegang ayat Al-Qur’an melalui penakwilan para fuqoha’, dan aku merenungkan urusan ummat, dan menganalisa pandangan dan mazhabnya. Saya berfikir mengenai apa yang mampu, dan betapa banyak perbedaan yang begitu mendalam yang menenggelamkan banyak orang.

Hanya sekolompok manusia yang selamat. Saya melihat bahwa mereka berpendapat bahwa golongan merekalah yang selamat.

Setelah menggambarkan berbagai kelompok mazahab dan golongan, Al-Muhasiby mengatakan:

“Kemudian aku sangat mencintai mazhab kaum Sufi dan sangat banyak mengambil faedah dari mereka, menerima adab-adab mereka karena ketaatan mereka, yang sangat lurus, dan tak seorang pun melebihi mereka. Kemudian Allah membukakan padaku bukti-bukti tasawuf, keutamaannya mencerahkan jiwaku, dan aku berharap agar keselamatan ada pada orang yang mengakuinya, atau merias dengan perilakunya. Aku sangat yakin adanya pertolongan besar bagi yang mengamalkannya, dan aku pun melihat adanya pelencengan pandangan bagi yang menentangnya. Aku juga melihat adanya kotoran yang mengerak pada hati yang menentang tasawuf, dan terlihat pula adanya argumentasi yang luhur bagi yang memahaminya. Bahkan kemudian, aku mewajibkan diriku untuk mengamalkannya. Aku meyakininya dalam akidah rahasia batinku, dan meliputinya pada kedalaman rasaku, bahkan kujadikan tasawuf itu sebagai asas agamaku, dimana aku bangun amal-amalku, lalu di bangunan itu aku mondar-mandir dengan perilaku hatiku…….”

Seri Kebohongan “Syaikhul Islam” Ibnu Taymiah -1

Sebelum anda membaca artikel kami dibawah ini, dan mengikuti pembuktian kami atas kebohongan Imam Besar Wahhabi/Salafy “Ibnu Taymiah”, kami ingin terlebih dahulu mengajak anda memperhatikan ucapan dan dusta Ibnu Taymiah dalam kitabnya “Minhajussunnah”.

Untuk kenetralan ilmiah Kami Scan-kan kitab Ibnu Taymiah yang diterbitkan oleh Institusi Wahabi yaitu “Universitas al-Imam Muhammad bin Saud al-Islamiyah” yang berada di negara sarang wahabi/salafy “Saudi Arabia”.

Buku ini diterbitkan 9 jilid dan di “tahqiq” oleh Dr. Muhammad Rasyad Salim, serta diberi kata pengantar oleh Dr. Abdullah bin Abdul-Muhsin at-Turky.
_______________

Kebohongan Ibnu Taymiah Tentang Hadis Turunnya Ayat al-Wilayah Untuk Imam Ali as. !

SCAN 1

ayat-wilayah1b_rsz2

ayat-wilayah1_rsz2

وَقَدْ وَضَعَ بَعْضُ الكَذَّابِيْنَ حَدِيْثًا مُفْتَرًى: أَنَّ هذه الآيَةَ نَزَلَتْ فِيْ عليٍّ لَمَّا تَصَدَّقَ بِخاتَمِهِ في الصلاةِ، و هذا كِذْبٌ بِإِجماعِ أهِلِ العِلْمِ بالنقْلِ، كِذْبَُهُ بيِّنٌ مِنْ وُجوهٍ كَثِيْرَةٍ

“Para pembohong telah memalsukan hadis buatan bahwa ayat “انما وليكم الله …” turun untuk Ali ketika ia mensedekahkan cincinnya dalam shalat, itu adalah bohong/palsu berdasarkan kesepakatan para ulama dan Ahli Hadis, dan kebohongannya telah tampak dari banyak sisi.”

[Minhajussunnah Jilid 2, hal. 30 (lihat scan diatas)]

SCAN 2 dan 3

ayat-wilayah2b3b_rsz

ayat-wilayah2_rsz

قولُهُ: قَدْ أجْمَعَوا أنَّها نزَلَتْ فيِ علِيٍّ مِنْ أَعْظَمِ الدَعاوِيْ الكاذِبَةِ، بَلْ أَجْمَعَ أهْلُ العلْمِ بالنقْلِ على أنَّها لَمْ تَنْزِلْ في علِيٍّ بخُصُوصِهِ، أنَّ عليًّا لِمْ يَتَصدَقْ بِخاتَمِهِ في الصلاةِ، و أجمَعَ أهْلُ العلْم بالحديثِ على أنَّ القصَّةَ الْمروِيَّةَ في ذلِكَ مِن الكذبِ الموضوعِ….


“Ucapannya bahwa ayat ini telah disepakati turun untuk Ali adalah paling dustanya pengakuan. Bahkan para ulama ahli hadis telah bersepakat bahwa ia tidak khusus turun untuk Ali, dan Ali tidak mensedekahkan cincinnya. Para ulama ahli hadis telah bersepakat bahwa kisah yang diriwayatkan tentang masalah itu adalah kobohongan dan palsu…”

[Mihajussunnah, jilid 7 hal. 11 (lihat scan diatas)]

ayat-wilayah3_rsz

Terjemahan dari ucapan Ibnu Taymiah yang kami blok dengan warna merah:

“Dan jumhur umat tidak mendengar berita ini, dan tidak ada di kitab-kitab andalan kaum muslimin, tidak di kitab-kitab shahih, tidak di kitab-kitan sunan, dan tidak di kitab-kitab jamik….”

[Minhajussunnah, Jilid 7, hal. 17. lihat scan diatas]


Kebohongan Ibnu Taymiah Tentang Hadis Turunnya Ayat al-Wilayah Untuk Imam Ali as. !

Berdusta dan menipu, apalagi dalam urusan agama adalah sebuah kejahatan yang tak terampuni di samping mencoreng nama baik seorang. Andai seseorang tidak lagi percaya kepada Allah dan hari pembalasan serta mahkamah Ilahi, pastilah ia akan menahan diri dari berbohong jika ia seorang kesatria… Bukan pecundang! Sebab kata pepatah Arabs, “Al kadzibu habluhu qashîrun/tali kebohongan itu pendek.” Cepat atau lambat kebohongan para pendusta akan terbongkar! Dan keterhinaan panjang akan selalu menyertainya!

Kali ini, kami akan menyajikan di hadapan Anda contoh-contoh dusta dan kebohongan serta penipuan yang dilakukan seorang Kesatria dari dusun Harrân yang oleh pemujanya digelari Syeikh Islam! Ia adalah Ibnu Taymiah, si “Jarawa” yang selalu mendemonstrasikan sikap dusta -dengan mengatas-namakan ijmâ’ dan kesepatakan para ulama- setiap kali ia berhadapan dengan nash-nash keutamaan Ahlulbait Nabi saw. dan khususnya Imam Ali as.

Kebohongan demi kebohongan selalu ia sajikan kepada para pemujanya sebagai senjata ampuh menjatuhkan keutamaan Imam Ali as. di mata mereka!

Kali ini kami ajak pembaca menikmati menu spesial kebohongan hasil ramuan Ibnu Taymiah dalam menolak hadis shahih tentang turunnya ayat al Wilayah untuk Imam Ali as. ketika beliau mensedekahkan cincinya di saat shalat dalam keadaan ruku’ kepada seorang pengemis.

Teks Riwayat Asbâb Nuzul Ayat al Wilâyah:

Diriwayatkan oleh para ulama bahwa Abu Dzar al-Ghifari menceritakan di hadapan halayak yang sedang berkumpul mendengarkannya,“Aku telah mendengar Rasulullah saw. dengan kedua (telingaku) ini, (dan Abu Dzar menambahkan):…tulilah keduanya jika aku berdusta (kemudian katanya lagi) dan telah aku saksikan beliau dengan kedua mataku ini, dan butalah keduanya jika aku berdusta, “Sabda Rasulullah saw.: Ali adalah pemimpin kelompok orang-orang yang tulus, pejuang yang memerangi kaum kafir, jayalah siapa yang membantunya, hinalah siapa yang menelantarkan dukungan baginya!”

Dan Abu Dzar melanjuntukan,” Suatu hari aku shalat bersama Rasulullah saw. maka masuklah ke masjid seorang pengemis dan tidak seorang pun memberinya sesuatu, pada saat itu Ali sedang shalat dalam keadaan ruku’ dan ia memberi isyarat dengan jari manisnya yang bercincin, lalu pengemis itu menghampirinya dan mengambil cincin itu dari jari Ali, Rasulullah menyaksikan hal itu dan beliau berdo’a dengan khusyu’nya kepada Allah, “Ya Allah sesungguhnya Musa telah memohon kepadamu:

Berkata Musa, “Ya Tuhan-ku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun; saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Mengetahui (keadaan) kami”.(QS:20;25-35).

Maka Engkau telah mewahyukan kepadanya:

قد أُوْتِيْتَ سُؤْلَكَ يَا مُوْسَى ….

Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.”

Dan aku, ya Allah –kata Rasulullah saw.- adalah hamba dan Nabi-Mu lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan jadikanlah untukku seorang wazir dari keluargaku; Ali, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku”. Abu Dzar berkata. ” Demi Allah, beliau belum sampai menyelasaikan ucapan (do’anya) melainkan Jibril al-Amin turun dengan membawa ayat ini”. Yaitu ayat:

إِنمَّاَ وَلِيُّكُمُ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَ هُمْ رَاكِعُوْنَ * وَ مَنْ يَتَوَلَّ اللهَ وَ رَسُوْلَهُ وَ الَّذين آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ الْغَالِبُوْنَ . (المائدة 55-56)

“Sesungguhnya wali kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk {kepada Allah}. Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut {agama} Allah itulah yang pasti menang. (QS:5;55-56)

Hadis tentang sebab turun ayat tersebut di atas sebagai turun terkait dengan peristiwa di atas telah diriwayatkan oleh puluhan ulama dan ahli tafsir kenamaan dari berbagai jalur dan dishahihkan oleh banyak ulama.

Di antara yang meriwayatkan hadis turunnya ayat tersebut untuk Imam Ali as. dalam peristiwa tersebut adalah:

1) Al Hafidz Abu Bakar Ibnu Mardawaih al Ishbahani (W:416 H.) dari jalur Sufyan ats Tsauri dari Abu Sinan bin Said bin Sinan al-Barjani dari ad Dhahhak dari Ibnu Abbas. Jalur ini shahih dan para perawinya tsiqah ia juga meriwayatkan dari jalur lain yang ia katakana bahwa jalur ini tidak dapat dicacat dan ada jalur lain dari Ali as. Ammar dan Abi Rafi’ ra.

2) Abu Said al Asyaj al Kufi (W:257 H.) dalam tafsirnya dari Abu Nu’aim Fadil bin Da’im dari Musa bin Qais al Hadhrami dari Salamah bin Kuhail. Jalur ini shahih dan para perawinyan tisqah, terpercaya.

3) Jalaluddin as Suyuthi dalam tafsirnya ad Durr al Manstur.2,293 dari jalur al-Khatib, Abdul Razzaq, Abdu bin Humaid, Ibnu Jarir, Abu Syeikh, Ibnu Mardawaih dari Ibnu Abbas. Dari jalur ath Thabarani, Ibnu Mardawaih dari Ammar bin Yasin. Dari jalur Abu Syeikh dan ath Thabarani dari Ali as. Dari jalur Ibnu Abi Hatim, Abu Syeikh, dan Ibnu ‘Asâkir dari Salamah bin Kuhail. Dan jalur Ibnu Jarir dari Mujahid, as Suddi dan Uthah bin Hakim. Dan dari jalur ath Thabrani, Ibnu Mardawaih dan Abu Nu’aim dari Abu Rafi’. Dan dalam kitab Lubâb an Nuqûh-nya hal. 93 dari jalur-jalur yang telah lewat, kemudian ia berkata, ”Dan ini adalah bukti-bukti yang saling mendukung”. Dan dalam kitab Jam’u al-Jawami’-nya hal. 391 dari jalur al Khatib dari Ibnu Abbas dan hal. 405 dari jalur Abu Syeikh dan Ibnu Mardawaih dari Ali as. Dalam kitab Iklîl-nya hal. 93, ia mengutip komentar Ibnu al Furs bahwa (1) ayat itu menunjukkan bahwa gerakan yang sedikit dalam shalat tidak membatalkannya dan (2) shadaqah sunnah juga disebut zakat, karena sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan sedekah Imam Ali as. kepada seorang pengemis ketika beliau dalam keadaan ruku’.

Dusta Ibnu Taymiah Yang Memalukan!

Setelah Anda ketahui bersama dan juga dalam uraian panjang dan penuh data dalam artikel kami : Ayat Turun Untuk Imam Ali as. adalah Palsu!! … datanglah Ibnu Taymiah mengatakan dengan tanpa rasa tanggung jawab agama dan etika bahwa seluruh hadis/riwayat tentang asbâb turunnya ayat itu untuk Imam Ali adalah kepalsuan belaka! Hanya para kadzâbûn/para pendusta yang memalsu-malsu dongeng itu!

Perhatikan kepalsuan Ibnu Taymiah ini! Ia berkata:

وَقَدْ وَضَعَ بَعْضُ الكَذَّابِيْنَ حَدِيْثًا مُفْتَرًى: أَنَّ هذه الآيَةَ نَزَلَتْ فِيْ عليٍّ لَمَّا تَصَدَّقَ بِخاتَمِهِ في الصلاةِ، و هذا كِذْبٌ بِإِجماعِ أهِلِ العِلْمِ بالنقْلِ، كِذْبَُهُ بيِّنٌ مِنْ وُجوهٍ كَثِيْرَةٍ.

“Para pembohong telah memalsukan hadis buatan bahwa ayat انما وليكم الله …” turun untuk Ali ketika ia mensedekahkan cincinnya dalam shalat, itu adalah bohong/palsu berdasarkan kesepakatan para ulama dan Ahli Hadis, dan kebohongannya telah tampak dari banyak sisi.” [perhatikan scan no. 1 dari kitab Ibnu taymiah] [1]

Dalam kesempatan lain ia juga memuntahkan luapan kebenciannya kepada Imam Ali as. dengan mengarang dusta dan kebohongan, sebagai berikut:

قولُهُ: قَدْ أجْمَعَوا أنَّها نزَلَتْ فيِ علِيٍّ مِنْ أَعْظَمِ الدَعاوِيْ الكاذِبَةِ، بَلْ أَجْمَعَ أهْلُ العلْمِ بالنقْلِ على أنَّها لَمْ تَنْزِلْ في علِيٍّ بخُصُوصِهِ، أنَّ عليًّا لِمْ يَتَصدَقْ بِخاتَمِهِ في الصلاةِ، و أجمَعَ أهْلُ العلْم بالحديثِ على أنَّ القصَّةَ الْمروِيَّةَ في ذلِكَ مِن الكذبِ الموضوعِ….

“Ucapannya bahwa ayat ini telah disepakati turun untuk Ali adalah paling dustanya pengakuan. Bahkan para ulama ahli hadis telah bersepakat bahwa ia tidak khusus turun untuk Ali, dan Ali tidak mensedekahkan cincinnya. Para ulama ahli hadis telah bersepakat bahwa kisah yang diriwayatkan tentang masalah itu adalah kobohongan dan palsu….” [perhatikan scan no. 2 dari kitab Ibnu Taymiah] [2]

Siapa Si Pendusta Yang Sok Bicara Itu?

Setelah Anda saksikan dengan mata kepala Anda sendiri bagaimana Ibnu Taymiah –imam dan pujaan kaum Wahhabi dan penyanjung pohon terkutuk- berbohong atas nama agama .. atas nama ilmu pengetahuan… atas nama ijma’ dan kesepakatan para ulama ahli hadis dll. Sementara itu antara klaim palsunya dan sikap para ulama ahli hadis seperti jauhnya antara langit dan bumi dan berlawanan arah bagaikan timur dan barat!!

Setelah itu semua masihkah Anda menanti darinya kejujuran… obyektifitas dalam bersikap terhadap Imam Ali as.?!

Mengapakah setiap kali ia menyandarkan kepalsuannya yang menipu itu kepada ijma dan kesepakatan ulama, ia tidak pernah menyebutkan pernyataan dan penegasan mereka?1 Atau bahkan sekedar menyebutkan nama-nama mereka?! Atau kalau sulit baginya hal demikian, mengapa ia tidak menyebutkan barang satu saja nama ulama yang sependapat dengannya dalam klaim palsu menipu penuh racun itu?!

Mengapa ia tidak pernah memaksa diri untuk menyebutkan nama-nama mereka?!

Bukankah puluhan nama ulama dan ahli hadis serta ahli tafsir yang meriwayatkannya bukan ulama di mata Ibnu Taymiah? Lalu siapakah ulama yang menurutnya jika mereka semua bukan ulama?!

Jika riwayat itu hanya diproduksi oleh para pembohong besar, lalu apa yang ia maksud dengan para pembohong besar itu adalah para ulama kepercayaan Ahlusunnah tersebut?

Papatah berkata: Guru kencing berdiri, murid kencing berlari…. Jika kaum Wahhabi menjadikan Ibnu Taymiah -pemuja pohon terkutuk- sebagai panutan mereka maka janganlah Anda heran apabila mereka juga gemar memalsu dan menipu seperti yang diuswahkan oleh “Syaikhul Islam”-nya para penyembah hawa nafsu.


[1] Minhâj as Sunnah, Jilid 2, hal. 30 cetakan Saudi Arabia (sesuai scan diatas) atau 1/155. Cet. Dar al Kotob al Ilmiah, seperti dalam pengumuman kami.

[2] Minhaj as Sunnah, Jilid 7. hal. 11. Cetakan saudi Arabia (sesuai scan diatas) atau 4/4. Cet. Dar al Kotob al Ilmiah, seperti dalam pengumuman kami.