Masjid An-Nabawi

Masjid An-Nabawi
Rawdah

Friday, August 7, 2009

Manqobah Karomah Abah Anom Mursyid TQN 4

MANQOBAH

K A R O M A H

MURSYID THORIQOH QODIRIYYAH WAN NAQSYABANDIYYAH SYEIKH AHMAD SOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN RA

(ABAH ANOM)

abah-anom3

*DAGING BERUBAH JADI MANUSIA

Cerita ini diambil dari ceramahnya KH.M.Abdul Gaous Saefulloh Al-Maslul atau Ajengan Gaos salah satu wakil Talqin Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat Indonesia.

KH. Maksum memiliki seorang istri yang sedang mengandung. Menurut fonis dokter, istri kiayi tersebut bukanlah kehamilan normal yang biasanya terjadi pada seorang wanita. Namun istri KH.Maksum dovonis menderita kangker dan harus segera dioperasi.

Sang Kiayi akhirnya datang ke Suryalaya ingin bertemu Pangersa Abah Anom untuk meminta doa beliau agar istrinya diberi kelancaran saat operasinya nanti. Ketika kiayi Maksum mengutarakan maksudnya tersebut, Abah hanya berkata: “Heug, sing jadi jelema”, dalam bahasa Indonesia: iya, jadi manusia, maksudnya adalah semoga kandungan istri kiayi Maksum menjadi manusia dengan izin Allah.

Dan ternyata, baru saja istri kiayi Maksum satu langkah keluar dari rumah Pangersa Abah, dia merasakan gerakan-gerakan dalam rahimnya itu, subhanallah. Kontan saja istri kiayi Maksum kaget, dan langsung memeriksakan dirinya ke Dokter. Lalu apa kata Dokter? Subhanallah, Dokter pun sama terkejutnya dengan pasangan suami istri Kiayi Maksum tersebut.

Allahu Akbar, kun fayakun, dengan izin-Nya melalui doa Kekasih-Nya, daging jadi yang asalnya akan diangkat tersebut, ternyata berubah menjadi sesosok manusia kecil yang menggemaskan berjenis kelamin laki-laki. Ya, ternyata setelah dioperasi daging jadi itu berubah menjadi seorang bayi, yang diberi nama Sufi Firdaus.

Idos panggilan anak ini, hingga saat ini masih hidup dan mengabdikan dirinya untuk menjadi murid Syeikh Ahmad Shohibul wafa Tajul ‘Arifin ra (Abah Anom).

Manqobah Karomah Abah Anom Mursyid TQN 3

MANQOBAH

K A R O M A H

MURSYID THORIQOH QODIRIYYAH WAN NAQSYABANDIYYAH SYEIKH AHMAD SOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN RA

(ABAH ANOM)

abah-anom4

*AKHIRNYA, BAYANGAN WAJAH ABAH ANOM SEBAGAI MURSYID TQN MEMBUAT PEMUDA ITU BERTAUBAT DARI HOBINYA MELACUR

Cerita ini diambil dari ceramahnya KH.M.Abdul Gaous Saefulloh Al-Maslul atau Ajengan Gaos salah satu wakil Talqin Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat Indonesia.

Diceritakan ada seorang pemuda yang hobinya melacur, pemuda tersebut berniat untuk berhenti dari pebuatannya yang tercela. Sudah berbagai cara dilakukan untuk menghentikannya itu tidak membuat minat lacurnya berhenti. Padahal, pelaksanaan amalan ibadah yang “super ketat” atas petunjuk dari para kiai yang pernah dikunjungi dari berbagai daerahpun belum berhasil. Jadi, Sudah tidak asing lagi baginya riyadloh (latihan) seperti puasa, dzikir, sholat baik yang sifatnya wajib maupun sunat dan amalan lainnya.

Dalam keadaan kondisi jiwa yang begitu kritis, datanglah pemuda itu ke Pondok Pesantren Suryalaya untuk menemui seorang Wali Allah yaitu Abah Anom sebagai Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah dan menceritakan maksud kedatangannya. Abah Anom berkata : “Tidak apa-apa, asal jangan dilakukan didepan Abah”. Setelah itu pemuda yang hobi “jajan” perempuan ditalqin dzikir (diajarkan dzikir Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah) untuk diamalkan.

Seperti biasa pemuda tersebut datang ke hotel yang telah dipesan untuk melaksanakan hasrat nafsunya “meniduri” wanita pelacur. Setelah siap-siap semuanya, terbesit dalam benak pikiran dan jiwanya akan bayangan wajah Abah Anom sebagai Mursyid TQN dan berkata : “Asal jangan dihadapan Abah!”, pemuda itu terkejut dan gelisah, dengan segera meninggalkan hotel. Gagallah keinginan nafsunya.

Dihari yang lain, pemuda itu datang lagi ke hotel untuk melaksanakan hasrat nafsunya yang tidak terbendung. Namun, disaat detik-detik akan melaksanakan maksiatnya, terulang kembali kemunculan wajah Abah Anom dalam jiwa dan pikirannya dan mengatakan : “Tidak apa-apa, asal jangan dihadapan Abah”. Pemuda itu kembali mengurungkan niatnya dan kembali pulang.

Begitupun dihari-hari selanjutnya, kejadian itu terus terulang jiwa dan pikirannya selalu dihantui bayangan tatapan wajah Abah Anom seorang Wali Allah dan perkataannya disaat-saat akan melakukan maksiat dengan pelacur. Kegagalan-kegagalan hasrat syetan yang terulang dalam jiwa pemuda itu dikarenakan kemunculan wajah Wali Allah Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah.

Akhirnya, dengan kejadian itu pemuda tersebut menghentikan dari hobinya melacur untuk selamanya dan menjadi pengamal Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah.

Sesungguhnya kejadian itu suatu anugrah dari Allah untuk hamba yang dicintai dengan perantara Mursyid sebagai pilihan-Nya. Subhanallah..

Bayangan wajah Mursyid itu adalah sebagai burhana robbihi (cahaya / tanda dari Allah) yang membawa berkah terhadap pemuda tersebut.

Kita teringat akan kisah salah satu utusan Allah yaitu Nabi Yusuf as. yang ditolong Allah ketika akan terjadi maksiat dengan Siti Zulaikha. Dalam al-Qur’an Surat Yusuf ayat 24: “Sesungguhnya wanita itu telah bemaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu (Zulaikha) andaikata tidak melihat burhana robbihi yaitu tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS: Yusuf 24)

Dalam ayat ini terdapat perkataan Allah “Burhana Rabbihi”. Menurut perkataan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, juz II / 474 : “Adapun maksud “Burhaana Rabbihi” yang terlihat oleh Yusuf, maka terdapat beberapa pendapat. Menurut sahabat Abdullah bin Abbas, Said, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Muhamad bin Sirin, Hasan, Qatadah, Ibnu Sholeh, Dlohah, Muhammad bin Ishaq dan lain-lain yakni Yusuf melihat bayangan ayahnya (Ya’kub), rupanya, bentuknya seakan-akan ayahnya marah-marah. Menurut sebagian riwayat memukul dada Yusuf. Al-‘Aufi berpendapat dari Ibnu Abbas, maksud perkataan itu ialah Yusuf teringat kepada bayangan wajah suami Zulaikha yaitu raja Qithfir yang seolah-olah ada dirumah dan mengetahui apa yang akan diperbuat Yusuf. Demikian juga Muhammad bin Ishaq berpendapat yang sama.” (Tafsir Ibnu Katsir, II / 474) Subhanallah…

Manqobah Karomah Abah Anom Mursyid TQN 2

MANQOBAH

K A R O M A H

MURSYID THORIQOH QODIRIYYAH WAN NAQSYABANDIYYAH SYEIKH AHMAD SOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN RA

(ABAH ANOM)

abah-anom1

*KAROMAH ABAH ANOM MENYADARKAN TANTANGAN KIAI SAKTI PILIH TANDING

Diterima dari mantan ketua Yayasan Pondok Pesantren Suryalaya Perwakilan Sumedang Bapak Etje Juardi beliau menerima dari orang yang bersangkutan, Kiai Sakti.

Diceritakan Bapak Etje Juardi, ada Ulama yang dikenal sakti mandraguna tanpa pilih tanding, namanya Kiai Jured. Beliau sudah mengenal akan kemasyhuran dan ke Ulamaannya Abah Anom yang memiliki jutaan pengikutnya dan terus berkembang sampai keluar negeri.

Suatu hari Kiai tersebut memiliki rencana untuk menguji karomah Abah Anom dengan kesaktian yang dimilikinya.

Kiai tersebut datang ke Pondok Pesantren Suryalaya dengan satu bis yang membawa 70 santrinya. Semua santri disebar disekitar Pesantren Suryalaya, setelah Kiai itu masuk ke halaman Abah Anom, tidak disangka Abah Anom sudah berada didepan madrasah dan menyuruh Kiai untuk masuk ke madrasah Abah Anom bersama 70 santrinya yang telah disebar. Kiai tersebut merasa kaget akan kasyaf (penglihatan batin)nya Mursyid TQN. Abah Anom meminta Kiai tersebut dan para santrinya untuk makan dahulu yang telah Beliau sediakan di madrasah.

Di dalam madrasah Kiai memuji Abah Anom tentang pesantren Beliau yang sangat luas nan indah, tetapi dibumbui kritik secara halus tentang kekurangan pesantrenya yaitu tidak adanya burung cendrawasih, burung yang terkenal akan bulunya yang indah. Beliau hanya tersenyum dan menimpalinya dengan jawaban yang singkat : “Tentu saja Kiai”. Suatu di luar jangkauan akal setelah jawaban itu burung cendrawasih yang berbulu indah melayang-layang di dalam madrasah yang sesekali hinggap. Kejadian itu membuat terpesonanya akan karomah yang dimiliki Beliau, Kiai itu diam seribu bahasa.

Keajaiban lagi, ketika makan dengan para santrinya yang 70 pun nasi yang di sediakan dalam bakul kecil itu tidak pernah habis, hal itu mengingatkan akan kejadian mujizatnya Rosulullah saw . Kiai itu sangat kagum akan karomah yang dimiliki Beliau dan merasa kesaktian yang dimilikinya dan dibanggakannya itu sudah tidak ada artinya dihadapan Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom.

Benarlah ungkapan : “diatas langit ada langit”. Namun, Kiai ini masih penasaran dan tidak mau kalah begitu saja, setelah makan Kiai tersebut meminta kepada Beliau untuk mengangkat kopeah/peci yang telah “diisi“, yang sebelumnya dicoba oleh para santrinya tidak terangkat sedikitpun. Subhanallah .. hanya dengan tepukan tangan Abah Anom ke lantai kopeah itu melayang-layang, Kiai merasa malu dan kalah lagi.

Selanjutnya Kiai tersebut mengeluarkan batu yang telah disediakan sebelumnya, dan batu itu dipukul dengan “kekuatan” tangannya sendiri sehingga terbelah menjadi dua, sedangkan belahannya diberikan kepada Abah Anom. Kiai itu meminta kepada Abah Anom untuk memukulnya sebagaimana yang telah dicontohkannya.

Abah Anom mengatakan kepada kiai itu : “Abah tidak bisa apa-apa, yang bisa membelah itu adalah Allah, baiklah abah hanya minta kepada Allah itu pun kalo diizinkan,” selanjutnya batu itu diusap oleh tangan Mursyid dan batu itu menjadi air ,subhanallah…

Namun kiai tersebut masih penasaran karena kesaktiannya belum bisa mengalahkan karomah Abah Anom sebagai Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah. Kiai mencoba menguji lagi karomah Beliau dengan kelapa yang telah dibawa santri dari daerahnya. Kiai tersebut meminta yang aneh-aneh kepada Abah Anom agar isi dalam kelapa tersebut ada ikan yang memiliki sifat dan bentuk tertentu.

Dengan tawadlunya Abah Anom menjawab: “Masya Allah, kenapa permintaan kiai ke Abah berlebihan?, Abah tidak bisa apa-apa . Seharusnya minta kepada Allah saja ,jangan kepada Abah. Hanya Allah lah yang bisa mewujudkan segala sesuatu karena Dia Maha Berkehendak dan Berkuasa”. Kiai itu masih penasaran akan permohonanya kepada Abah Anom, selanjutnya Abah Anom berkata : “ Baiklah kalau begitu, kita memohon kepada Allah. Mudah-mudahan Allah mengabulkan kita”. Setelah berdoa Beliau menyuruh kelapa itu untuk dibelah dua, dan dengan izin Allah didalam kelapa itu ada ikan yang sesuai dengan permintaan sang kiai. Subhanalllah…

Selanjutnya, entah darimana datangnya di tangan Abah Anom sudah ada ketepel, dan ketepel itu diarahkan atau ditembakan kelangit-langit madrasah, sungguh diluar jangkauan akal, muncul dari langit-langit burung putih yang jatuh dihadapan Kiai dan Beliau

Setelah kejadian itu, Kiai menangis dipangkuan Abah Anom, sadar dan memohon maaf atas kesombongan dan kesalahannya. Akhirnya Kiai memohon kepada Abah Anom untuk diangkat menjadi muridnya dan menjadi seorang pengamal Thoriqat Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah .

Kiai itu ditalqin dzikir TQN (diajarkan dzikir Thoriqat Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah), dengan talqin dzikir itu menyadarkan akan adanya Allah Yang Maha Mengetahui akan perbuatan jahat makhluqnya baik lahir maupun batin dan Maha Kuasa atas segala sesuatu. Setelah ditalqin Kiai menangis dipangkuan Abah Anom sampai tertidur. Anehnya, Bangun dari tidur sudah berada dimesjid. Subhanallah…

Manqobah Karomah Abah Anom Mursyid TQN 1

MANQOBAH

K A R O M A H

MURSYID THORIQOH QODIRIYYAH WAN NAQSYABANDIYYAH SYEIKH AHMAD SOHIBUL WAFA TAJUL ‘ARIFIN RA

(ABAH ANOM)

abah-anom5

*MENGAWASI HATI MURID-MURIDNYA

Manqobah ini diambil dari ceramahnya KH.Thohir Abdul Qohir salah satu wakil Talqin Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah yang berada di Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat Indonesia.

Tersebutlah seorang kiayi bernama KH.Tohir yang sedang menimba ilmu di salah satu pesantren di kotanya. Konon Sang Guru yang mengajarkan ilmu di pesantrennya tersebut melarang Kiayi Tohir untuk tidak menemui seorang kiayi besar yang tinggal di Suryalaya bernama Abah Anom, apalagi berguru kepadanya.

Namun, setetelah melalui penelusuran dan pembelajaran ilmu tassawuf yang diajarkan di Pesantren Suryalaya, akhirnya kiayi Tohir meminta kepada Abah Anom untuk dibaiayat atau ditalqin dzikir (di ajarkan dzikir Thoriqoh). Namun, tentu saja dalam benak kiayi Tohir kunjungannya ke Abah Anom yang tanpa sepengatahuan gurunya itu akan membuat murka di pesantren dikotanya. Apalagi, setelah di talqin dzikir (pengajaran dzikir thoriqat) ada suatu amanat dari Abah Anom yakni ucapan salam yang harus disampaikan kepada guru dipesantrennya. Ketika kiayi Tohir sedang duduk menunggu sholat berjamaah di Mesjid Nurur Asror di Kompleks Pesantren Suryalaya sebelum ia kembali bertolak ke kampung halamannya, pikirannya terus berkecamuk tidak bisa tenang. Ketika dalam benaknya terbersit bagaimana wajah murka gurunya yang sedang memarahinya habis-habisan karena ketidak taatannya, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dengan sorban dan berkata: “Tong sok goreng sangka kabatur, komo ka guru soranganmah, boa teuing teu kitu! dalam bahasa Indonesia : “jangan selalu berburuk sangka terhadap orang lain, apalagi terhadap guru sendiri, belum tentu seperti itu “. Kiyai Thohir begitu kaget ternyata yang menepuk pundak dan membaca pikirannya itu adalah guru ruhaninya yang baru, yaitu Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ra (Abah Anom).

Dari kejadian itu Kiai Thohir mendapatkan pelajaran yang berharga bahwa seorang guru ruhani Mursyid Thoriqoh Qodiriyyah wan Naqsyabandiyyah bisa mengetahui hati murid-muridnya dimanapun mereka berada. Mursyid akan terus mengawasi dan membimbing hati murid-muridnya agar hati selalu menuju Allah

Sepulang dari Pesantren Suryalaya dan kembali ke Pesantren dikampungnya, Kiai Thohir menyampaikan amanat salam dari Mursyid Kammil Mukammil Syekh ahmad Shohibul Wafa Tajul ‘Arifin ra kepada gurunya. Dan ternyata, diluar dugaan Kiayinya yang dipesantren itu malah memuji Abah Anom bahkan Kiayi Thohir sebagai salah satu murid kesayangannya itu dianjurkan untuk menjalankan ajaran yang di bawa oleh Abah Anom sebagai pewaris para Nabi.

Selanjutnya, Kiayi Thohir mengabdikan diri sepenuhnya kepada Abah Anom dan mengamalkan ajaran yang telah diajarkannya. Akhirnya Kiai Thohir dipercaya menjadi salah satu wakil Talqin, yaitu orang yang di izinkan untuk mengajarkan atau mengijazahkan dzikir Thoriqoh kepada orang yang membutuhkannya.

Monday, August 3, 2009

KENAPA ULAMA’-ULAMA’ MENTAHZIR IBN TAYMIYAH, MUHAMMAD ABD WAHHAB DAN GOLONGAN WAHHABI?

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله رب العالمين, مكون الأكوان, مدبر الأزمان, الموجود أزلا وأبدا بلاكيف ولاجهة ولامكان , والصلاة والسلام على محمد سيد الأنبياء والمرسلين, وعلى ءاله الطاهرين وصحابته الطيبين, اما بعد

Penulis mendatangkan 3 perkara dalam membincangkan isu Ibn Taymiyyah dan Al-Mujassimah al-Wahhabiyah :

  • Pengenalan biodata Ibn Taymiyah.
  • Pandangan ulama'-ulama' mu'tabar terhadap Ibn Taimiyyah.
  • Senarai Ulama'-ulama' yang membantah dan mengkafirkan Ibn Taimiyah.
  • Syubuhaat-syubuhaat (kesamaran-kesamaran) sekitar isu kekufuran Ibn Taymiyah.


SIAPAKAH IBN TAYMIYYAH?



Nama penuh Ibnu Taimiyyah ialah Ahmad Taqiyuddin, Abu Abbas bin Syihabuddin Abdul Mahasin Abdul Halim bin Syeikh Majduddin Abi al-Barakat Abdul Salam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qasim al-Khadhar bin Muhammad bin Ali bin Abdillah.
  • Nama Taimiyah berasal dari nama datuknya, Muhammad bin Al khadhar. Ini kerana ketika beliau melakukan haji ke Mekah beliau melalui jalan Taima’.
  • Datuknya seorang yang faqih dalam mazhab hanbali yang masyhur.
  • Beliau lahir di desa Harran, Palestin pada 10 rabiulawal, 661H. Beliau seorang yang berbangsa kurdi.
  • Pada mulanya, beliau merupakan seorang alim, banyak pengetahuan dalam fiqh mazhab Hanbali, dan Usuluddin kemudiannya shaz dan menyimpang dari mazhab yang empat.
  • Mengajar dan bertabligh di Masjid Bani Umayyah di Damsyik dan ramai murid.
  • Terpengaruh dengan fahaman Musyabbihah dan Mujassimah.(ajaran terpesong)
  • Menyerupakan Tuhan dengan makhluk, mengeluarkan fatwa yang jauh berbeza dari mazhab Hanbali, Hanafi, Maliki dan Syafi’.


Ahmad ibn Taimiyah lahir di tengah-tengah keluarga yang berilmu yang bermadzhab Hanbali. Ayahnya adalah seorang alim dalam mazhab hanbali yang berperawakan tenang. Beliau (ayahnya) dihormati oleh ulamak-ulamak Syam dan pegawai-pegawai kerajaan sehinggakan mereka memberi mandat dan kepercayaan kepadanya di beberapa jabatan ilmiah untuk membantu mereka. Setelah ayahnya wafat, mereka melantik Ibnu Taimiyah menggantikan posisi/tempat ayahnya bahkan mereka yang selama ini mempercayai ayahnya, turut menghadiri majlis Ibn Taymiyah untuk mendorong dan memotivasinya supaya meneruskan tugas-tugas ayahnya dan memberi pujian kepadanyanya. Namun pujian tersebut ternyata membuatkan Ibnu Taimiyah terlena dan tidak menyedari motif sebenarnya disebalik pujian tersebut. Ibnu Taimiyah mulai menyebarkan satu demi satu bid’ah-bid’ahnya yang sesat sehingga para ulamak dan jabatan kerajaan yang dahulu memujinya mula menjauhinya satu persatu.

Ibnu Taimiyah meskipun adalah seorang yang tersohor dan memiliki banyak karangan dan pengikut, namun sesungguhnya beliau adalah seperti yang dinyatakan oleh al-Muhadditsu al Hafizh al Faqih Waliyy ad-Din al ‘Iraqi (W 862 H)-anak Syeikul Huffaz Zain al-addin Al ‘Iraqi dalam kitabnya al-Ajwibah al-Murdhiyah ‘ala al-asilati al-Makkiyyah : “Ibnu Taimiyah telah menyalahi Ijma’ dalam banyak permasalahan, kira-kira sekitar 60 masalah, sebahagiannya dalam masalah Ushul ad-Din (pokok-pokok agama) dan sebahagian lagi berkenaan dengan masalah-masalah furu’ ad-Din (cabang-cabang agama), Ibnu Taimiyah dalam masalah-masalah tersebut mengeluarkan pendapat lain; yang berbeza setelah termeterainya ijma’ di dalamnya".

Pelbagai lapisan masyarakat dan orang awam yang jahil mulai terpengaruh dan cuba mengikuti Ibnu Taimiyah sehinggakan perkara ini disedari oleh ulamak-ulamak di masa Ibnu Taimiyah sebagai suatu ancaman yang bahaya, lalu mereka mulai bersuara, bertindak mentahzir dan membantah pendapat-pendapatnya serta menggolongkan beliau di dalam kelompok para ahli bid’ah yang sesat. Di antara yang membantah Ibnu Taimiyah adalah al Imam alHafizh Taqiyy ad-Din Ali bin Abd al Kafi as-Subki (W 756 H) dalam karyanya ad-Durrah al Mudhiyyah fi ar-Radd 'ala Ibn Taimiyah, beliau mengatakan:

“Amma ba’du…

Ibnu Taimiyah benar-benar telah membuat bid’ah-bid’ah ( melakukan perkara-perkara baru) dalam dasar-dasar I’tiqod/keyakinan (Ushul al 'Aqa-id), beliau telah meruntuhkan tonggak-tonggak dan sendi-sendi Islam setelah ia sebelum ini bersembunyi disebalik taktik kotor mengikuti al Qur’an dan as-Sunnah. Pada zahirnya beliau mengajak kepada kebenaran dan menunjukkan kepada jalan syurga, ternyata kemudian ia bukan melakukan ittiba’ (mengikuti sunnah, ulama Salaf dan ijma’ ulamak) akan tetapi sebenarnya membuat bid’ah-bid’ah baru, beliau shaz dari umat muslimin dengan menyalahi Ijma’ dan beliau juga mengatakan tentang Allah dengan perkataan yang mengandungi tajsim (meyakini Allah adalah jisim; benda yang memiliki ukuran dan dimensi) dan bersusun (tarkib) bagi zat Allah Yang Maha Suci".
Seterusnya Imam al-Subki mengatakan “ Beliau-Ibn Taimiyah- mengatakan Allah meliputi segala yang baharu dengan zatnya (hulul), Beliau menyebut Al-quran itu baharu, Allah berkata-kata setelah sebelumnya tidak,dan sesungguhnya Allah berkata-kata kemudian dia diam dan berlaku pada zatNya Iradaat dengan mengikut makhluk” pada akhir komentar Imam Subki menegaskan “ Ibn Taymiyah tidak tergolong dalam mana-mana golongan daripada 73 golongan yang berpecah dari pada umat ini, dan juga tidak bersepakatan dengan mana-mana umat, semua itu ( apa yang diyakini oleh ibn taymiyah) adalah kekufuran yang amat keji yang sedikit jumlahnya jika dinisbahkan dengan bid’ah-bid’ah yang dilakukan dalam masalah cabang agama ( furu’ fiqhiyyah)".

Di antara perkataan Ibnu Taimiyah dalam ushul ad-din yang menyalahi ijma’ kaum muslimin adalah perkataannya bahawa jenis alam ini qadim (tidak ada permulaan), (sebagaimana ia katakan dalam tujuh karyanya: Muwafaqah Sharih al Ma’qul li Shahih al Manqul, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah, Syarh Hadits an-Nuzul, Syarh Hadits ‘Imran ibn al Hushain, Naqd Maratib al Ijma’, Majmu’ah Tafsir Min Sitt Suwar, Majmu' Al Fatawa) dan Allah pada Azal (keberadaannya tanpa permulaan) selalu diiringi dengan makhluk. Ibnu Taimiyah juga mengatakan bahwa Allah adalah jisim (bentuk), mempunyai arah dan berpindah-pindah. Ini semua adalah hal yang ditolak dalam agama yang mulia ini.

Dalam sebahagian karangannya, Ibnu Taimiyah menyatakan bahawa Allah Ta’ala sama besar ‘Arasy, tidak lebih besar atau lebih kecil, Maha suci Allah dari perkataan ini. Ibnu Taimiyah juga menyatakan bahawa para nabi itu tidak ma’shum, Nabi Muhammad tidak memilik jah (kehormatan), kerana itu menurutnya jika ada orang bertawassul dengan Nabi maka ia salah besar yang membawa kepada syirik (sebagaimana ia nyatakan dalam bukunya at-Tawassul Wa al Wasilah. Beliau juga mengatakan bahawa berpergian/bermusafir untuk menziarahi makam Rasulullah adalah dikira sebagai perjalanan maksiat dan tidak boleh mengqashar shalat kerananya (sebagaimana beliau kemukakan perkara ini di dalam kitab Majmuk al Fatawa). Dalam hal ini beliau benar-benar sangat keterlaluan padahal tidak ada seorang pun sebelumnya (salaf ataupun khalaf) berpandangan semacam ini. Ibnu Taimiyah juga menyatakan bahawa siksa bagi penduduk neraka akan terhenti dan tidak akan berlaku selama-lamanya (sebagaimana dituturkan oleh sebagian ahli fiqh dari sebahagian karangan Ibnu Taimiyah dan juga dinukil oleh muridnya; Ibn al Qayyim al Jawziyyah dalam kitab Hadi al Arwah ila Bilad al-Afrah).

Ibnu Taimiyah sudah berkali-kali diperintah untuk bertaubat dari menyebarkan perkataan dan kepercayaanya yang sesat ini, baik dalam masalah-masalah ushul maupun furu', setelah bertaubat di hadapan qadhi-qadhi, beliau bagaimanapun selalu mengingkari janji-janjinya- ( sifatnya yang muzabzab menyebabkan dia dipenjara sebanyak 4 kali)-sehingga akhirnya beliau dipenjara dengan kesepakatan para qadhi (hakim) dari empat madzhab; Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hanbali. Al Imam al Hafizh al Faqih al Mujtahid Taqiyy ad-Din as-Subki yang sezaman dengannya dalam salah satu risalahnya mengatakan: “Ibnu Taimiyah dipenjara atas kesepakatan para ulama dan para penguasa”. Terakhir mereka (qadhi-qadhi) menyatakan Ibnu Taimiyah adalah sesat, harus ditahzir (diwaspadai) dan dijauhi, seperti dijelaskan oleh Ibnu Syakir al Kutubi (murid Ibnu Taimiyah sendiri) dalam kitabnya ‘Uyun at-Tawarikh. Pada saat yang sama, Sultan Muhammad ibn Qalawuun mengeluarkan keputusan rasmi pemerintah (warta kerajaan ) untuk dibaca di seluruh Masjid di Syam dan Mesir agar masyarakat mewaspadai dan menjauhi Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya. Ibnu Taimiyah akhirnya dipenjara di benteng Al-Qal’ah di Damaskus hingga mati pada tahun 728 H.

Insyaallah..moga kte mendapat taufiq dan hidayat daripada Allah taala. Nantikan komentar-komentar para ulama' mu'tabar tentang Ibn Taymiyah dan sejauh mana beliau ditentang disebabkan kekufurannya dalam iktiqod dan keganjilannya dalam permasalahan fiqhiyah. Tungguuu...


Disediakan Oleh ;

Abu Lehyah Al-Kelantany ( 0133005046)