Masjid An-Nabawi

Masjid An-Nabawi
Rawdah

Wednesday, December 16, 2009

Syaikh Ma'ruf al-Karkhi

Syaikh Ma'ruf al-Karkhi QS atau nama penuhnya Abu Mahfudz Ma'ruf bin Fairuz al-Karkhi adalah seorang wali besar yang dimakamkan di Kota Baghdad (di sebelah adalah foto makam beliau). Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi dalam "Syarhul 'Ainiyyah" halaman 64 - 67 menyebut antara lain:-

"Beliau adalah seorang syaikh besar yang mustajab doanya, penduduk Baghdad beristisqa' dengan kuburnya (yakni bertawassul dengan beliau untuk memohon Allah menurunkan hujan) dan menyatakan bahawa kuburnya itu adalah tiryaaq mujarrab (penawar yang mujarrab)..... Sesiapa yang ada hajat kepada Allah, maka berdoalah kepada Allah di sisi kuburnya (yakni kubur Syaikh Ma'ruf), sesungguhnya Allah akan mengabulkan permohonannya. Dan sebahagian ulama menyatakan bahawa kubur Ma'ruf adalah tiryaaq (penawar) yang mujarrab (sebagai sebab) untuk menunaikan segala hajat."

Habib Ahmad bin Zain al-Habsyi cuma mengutip pernyataan para ulama sebelum beliau mengenai keutamaan Syaikh Ma'ruf, antaranya sebagaimana yang disebut oleh guru beliau sendiri iaitu al-Habib 'Abdullah bin 'Alawi bin Muhammad al-Haddad.

Maka telah menyebut al-Imam al-Quthub al-Habib 'Abdullah bin 'Alawi bin Muhammad al-Haddad rahimahumUllah dalam karya beliau "Sabilul Iddikar" halaman 64 sebagai berikut:-
"Demikian pula apabila menziarahi kubur-kubur para sholihin maka perbanyakkanlah berdoa di sisinya kerana di antara mereka ada yang Allah jadikan doa di sisi kuburnya mustajab. Perkara seumpama ini mujarrab sehingga penduduk Baghdad menamakan kubur as-Sayyid al-Imam Musa bin al-Imam Ja'far ash-Shoodiq sebagai "at-Tiryaaq al-Mujarrab", iaitu kerana mustajabnya segala doa dan jadi sebab tersingkapnya segala keperluan. Dan demikianlah pula dengan kubur Ma'ruf al-Karkhi dinamakan sedemikian juga dan adalah kuburnya di Baghdad juga."
Rasanya sejarah hidup Syaikh Ma'ruf telah dikenali ramai. Di sini kita bawakan sekelumit mengenai tawadhu` dan khumulnya beliau. Diceritakan bahawa pada satu hari Syaikh Ma'ruf sedang berpuasa sunnat. Tiba-tiba beliau mendengar seorang saudagar berteriak dengan katanya: "Semoga Allah merahmati orang yang sudi meminum airku ini." Mendengar suara saudagar tersebut, Syaikh Ma'ruf telah menghampirinya dan meminum air yang diberikan oleh si saudagar tersebut, walaupun sebelumnya beliau berpuasa. Murid-murid beliau kehairanan dengan tindakan Syaikh tersebut, lalu ada yang bertanya: "Bukankah tuan sedang berpuasa?" Syaikh Ma'ruf al-Karkhi menjawab: "Ya, tetapi aku berbuka dan meminum airnya kerana ingin termasuk dalam doanya (yakni ingin memperolehi doa rahmatnya tadi)."

Tuesday, December 15, 2009

Memberi 1 Dirham, Mendapat 120.000 Dirham Dari Allah

Dari Al-Fudhail bin Iyadh, ia berkata, seorang laki-laki menceritakan kepadaku: “Ada laki-laki yang keluar membawa benang tenun, lalu ia menjualnya satu dirham untuk membeli tepung. Ketika pulang, ia melewati dua orang laki-laki yang masing-masing menjambak kepal kawannya. Ia lalu bertanya, ‘Ada apa?’ Orang pun memberitahunya bahwa keduanya bertengkar karena uang satu dirham. Maka, ia berikan uang satu dirham kepada keduanya, dan iapun tak memiliki sesuatu.

Ia lalu mendatangi isterinya seraya mengabarkan apa yang telah terjadi. Sang isteri lalu mengumpulkan perkakas rumah tangga. Laki-laki itu pun berangkat kembali untuk menggadaikannya, tetapi barang-barang itu tidak laku. Tiba-tiba kemudian ia berpapasan dengan laki-laki yang membawa ikan yang menebar bau busuk. Orang itu lalu berkata kepadanya, ‘Engkau membawa sesuatu yang tidak laku, demikian pula dengan yang saya bawa. Apakah Anda mau menukarnya dengan barang (daganganku)?’ Ia pun mengiakan. Ikan itu pun dibawanya pulang. Kepada isterinya ia berkata, ‘Dindaku, segeralah urus (masak) ikan ini, kita hampir tak berdaya karena lapar!’ Maka sang isteri segera mengurus ikan tersebut. Lalu dibelahnya perut ikan tersebut. Tiba-tiba sebuah mutiara keluar dari perut ikan tersebut

Wanita itu pun berkata gembira, ‘Suamiku, dari perut ikan ini keluar sesuatu yang lebih kecil daripada telur ayam, ia hampir sebesar telur burung dara’.

Suaminya berkata, ‘Perlihatkanlah kepadaku!’ Maka ia melihat sesuatu yang tak pernah dilihatnya sepanjang hidupnya. Pikirannya melayang, hatinya berdebar. Ia lalu berkata kepad isterinya, ‘Tahukah engkau berapa nilai meutiara ini?’ ‘Tidak, tetapi aku mengetahui siapa orang yang pintar dalam hal ini’, jawab suaminya. Ia lalu mengambil mutiara itu. Ia segera pergi ke tempat para penjual mutiara. Ia menghampiri kawannya yang ahli di bidang mutiara. Ia mengucapkan salam kepadanya, sang kawan pun menjawab salamnya. Selanjutnya ia berbicar kepadanya seraya mengeluarkan sesuatu sebesar telur burung dara. ‘Tahukah Anda, berapa nilai ini?, ia bertanya. Kawannya memperhatikan barang itu begitu lama, baru kemudian ia berkata, ‘Aku menghargainya 40 ribu. Jika Anda mau, uang itu akan kubayar kontan sekarang juga kepadamu. Tapi jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, dia akan memberimu harga lebih tinggi dariku’.

Maka ia pun pergi kepadanya. Orang itu memperhatikan barang tersebut dan mengakui keelokannya. Ia kemudian berkata, ‘Aku hargai barang itu 80 ribu. Jika Anda menginginkan harga lebih tinggi, pergilah kepada si fulan, saya kira dia akan memberi harga lebih tinggi dariku’.

Segera ia bergegas menuju kepadanya. Orang itu berkata, ‘Aku hargai barang itu 120 ribu. Dan saya kira, tidak ada orang yang berani menambah sedikitu pun dari harga itu!’ ‘Ya’, ia pun setuju. Lalu harta itu ditimbangnya. Maka pada hari itu, ia membawa dua belas kantung uang. Pada masing-masingnya terdapat 10.000 dirham. Uang itu pun ia bawa ke rumahnya untuk disimpan. Tiba-tiba di pintu rumahnya ada seorang fakir yang meminta-minta. Maka ia berkata, ‘Saya punya kisah, karena itu masuklah’. Orang itu pun masuk. Ia berkata, ‘Ambillah separuh dari hartaku ini. Maka, orang fakir itu mengambil enam kantung uang dan dibawanya. Setelah agak menjauh, ia kembali lagi seraya berkata, ‘Sebenarnya aku bukanlah orang miskin atau fakir, tetapi Allah Ta’ala telah mengutusku kepadamu, yakni Dzat yang telah mengganti satu dirhammu dengan 20 qirath. Dan ini yang diberikanNya kepadamu adalah baru satu qirath daripada-nya, dan Dia menyimpan untukmu 19 qirath yang lain.

Friday, December 11, 2009

Jasa Ibu tidak terbalas

Imam Abu Laits as-Samarqandi atau nama penuhnya Nashr bin Muhammad bin Ahmad bin Ibrahim al-Faqih al-Hanafi rahimahUllah (wafat 373H), menceritakan bahawa pernah satu ketika Imam Hasan al-Bashri RA melihat seorang lelaki bertawaf mengelilingi BaitUllah dengan membawa sebuah keranjang besar dari daun kurma.

Maka Imam Hasan menegur lelaki tersebut dengan katanya: "Wahai tuan, lepaskanlah keranjangmu, hormatilah kesucian BaitUllah."

Lelaki tersebut menjawab: "Wahai Syaikh, dalam keranjang ini ada ibuku. Aku telah menggendongnya di bahuku sebanyak 7 kali haji. Aku menggendongnya dari kediamanku di kawasan Syam yang paling jauh hingga ke sini. Aku mengelilingi tempat-tempat perlaksanaan haji dan juga BaitUllah sambil menggendongnya, maka apakah aku sudah memenuhi haknya?"

Imam Hasan menjawab: "Seandainya kamu menggendongnya di atas bahumu selama 70 tahun dari belahan bumi yang paling jauh, maka itu pun kamu belum memenuhi hak ibumu dan barangkali apa yang telah engkau lakukan itu hanya untuk satu kali engkau berputar dalam perutnya."

Allahu ... Allah, sungguh besar hutang kita dengan ibu kita. PadaMu Ya Allah, kami memohon agar dibahagiakan ibu ayah kami dengan kami, jadikanlah kami penyejuk mata mereka, ampunilah kedua mereka serta tinggikanlah darjat mereka dalam syurgaMu. Allahumma aamiin.